Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2045 Indonesia Diprediksi Jadi Negara Kuat, Rekonsolidasi Dinilai Penting Dilakukan

Kompas.com - 07/08/2021, 12:49 WIB
Irfan Kamil,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menilai, bangsa Indonesia mengalami banyak kemunduran dalam berbagai aspek menjelang 100 tahun kemerdekaan.

Padahal, kata dia, sejumlah lembaga survei internasional telah memprediksi Indonesia akan menjadi salah satu negara terkuat di dunia. 

"Tahun 2045 nanti 100 tahun, pernah diprediksikan oleh berbagai lembaga internasional yang kredibel Indonesia akan menjadi negara ke-4 atau ke-5 terbesar, terkuat ekonominya di dunia," kata Azra dalam Peluncuran dan Bincang Buku Negara Bangsa di Simpang Jalan pada Sabtu (7/8/2021).

Baca juga: Polemik Tes Wawasan Kebangsaan, Azyumardi Azra: Ini Lebih dari Pembangkangan

Akan tetapi, menurut dia, pandemi Covid-19 telah menimbulkan setback atau kemunduran dalam berbagai hal termasuk di dalam pengambilan keputusan.

Dalam hal ini, kata Azra, misalnya hubungan antara pejabat dengan publik.

"Misalnya mengenai komunikasi yang macet, istilah-istilah yang terus berubah, PSBB, PPKM dan seterusnya, yang membuat masyarakat juga kebingungan, komunikasinya enggak jalan," kata dia.

"Jadi ini masalah-masalah yang kita hadapi, kalau kita masih tetap optimis menjelang 2045 maka ada beberapa prasarat yang juga sudah banyak dikemukakan," ucap Azra.

Baca juga: BKN Sebut 51 Pegawai KPK Tak Bisa Dibenahi, Azyumardi Azra: Memang Anda Tuhan?

Menurut Guru Besar bidang antikorupsi ini, salah satu aspek yang harus dilakukan untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi tahun 2045 adalah rekonsolidasi dalam berbagai aspek kehidupan politik, sosial, dan budaya.

Rekonsoludasi itu, kata dia, dilakukan dengan tujuan menciptakan kembali keseimbangan kelembagaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Kekuasaan eksekutif di Indonesia, menurut dia, saat ini terlalu kuat. Hal itu, terjadi akibat adanya dukungan suatu koalisi politik di DPR yang begitu besar.

"Kita seolah kembali ke zaman Orde Baru, di mana eksekutif itu terlalu kuat ya, itu kan dulu yang dikritik waktu zaman Pak Harto," ucap Azra.

Baca juga: Ketika Mega Jadi Simbol Anti Orde Baru dan Memilih Golput

Akibatnya, terjadi perubahan-perubahan Undang-undang yang membuat gaduh Tanah Air. Misalnya, perubahan UU Minerba dan UU KPK.

"Sehingga kemudian, hampir tidak ada lagi check and balance, tidak ada lagi koreksi, apapun yang dinginkan eksekutif itu tidak ada yang bisa ditolak," ujar Azra.

"Jadi kita memerlukan rekonsolidasi demokrasi kita menjelang 2045 nanti, maka kita harus membuat kembali ekuilibrium yang membuat lembaga-lembaga itu bisa bekerja dengan baik dalam hal ini eksekutif, legislatif dan yudikatif," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com