JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan telah mempelajari laporan hasil pemeriksaan (LHP) Ombudsman Republik Indonesia terkait alih status pegawai KPK lewat tes wawasan kebangsaan (TWK).
Firli mengatakan, KPK akan mengambil sikap dan memberi jawaban kepada Ombudsman terkait LHP tersebut.
"Khusus yang ini, KPK sudah mempelajari atas laporan hasil pemeriksaan ORI. KPK akan mengambil sikap dan nanti akan disampaikan kepada publik bagaimana sikap KPK atas LHP ORI itu, termasuk KPK pun akan memberikan jawaban terhadap Ombudsman RI," kata Firli dalam konferensi pers, Senin (2/8/2021).
Pada prinsipnya, kata dia, KPK akan mengikuti proses sesuai hukum yang berlaku.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, kata Firli, satu poin yang harus dipahami bersama adalah Indonesia merupakan negara hukum.
Maknanya, kata dia, hukum itu adalah panglima dan yang paling dikedepankan.
"Seketika suatu persoalan sudah masuk ranah hukum, maka tentu ada independensi hukum," kata Firli.
"Jadi kewenangan lain harus tunduk pada hukum, karena itu KPK mengambil sikap menegakan dan hormati hukum," ucap dia.
Selain itu, Firli menuturkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini juga sedang melakukan pemeriksaan atas gugatan beberapa pihak. Kemudian, ada juga yang melakukan gugatan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita patuhi, karenanya kekuasan kehakiman disebut bebas dan merdeka, kenapa? karena kita meletakkan segala sesuatunya hukum adalah yang tertinggi," ujar Firli.
"Jadi kita harus sampaikan ini, sikap kita adalah menegak hormati sistem-sistem kita yang mengedepankan hukum, saya kira itu," tutur dia.
Ombudsman RI telah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang di dalamnya terdapat temuan terkait tindakan malaadministrasi dalam penyelenggaraan proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Dalam konferensi persnya, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan beberapa temuan, antara lain maladministrasi yang dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena melakukan kontrak back date.
Kontrak back date dilakukan dengan menuliskan tanggal mundur yang tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan kontrak.
Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK
Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021.