JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah malaadministrasi dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tes tersebut merupakan salah satu syarat pengalihan status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, temuan Ombudsman itu dapat menjadi alat bukti yang kuat dan sah atas adanya pelanggaran administrasi.
"Temuan Ombudsman tentu saja memperjelas terjadinya pelanggaran administrasi dalam penyelenggaraan TWK," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (22/7/2021).
Baca juga: Pakar Hukum: Presiden Jokowi Bisa Batalkan Keputusan KPK Terkait TWK
Feri mengatakan, KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) wajib menjalani rekomendasi tersebut.
Sebab, jika rekomendasi tersebut tidak dipatuhi, maka temuan tersebut bisa dijadikan bukti untuk melakukan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jika tidak dijalankan rekomendasi Ombudsman itu, maka temuan itu, bisa jadi alat bukti yang kuat di PTUN," ucap Feri.
Feri pun mendorong presiden Joko Widodo sebagai pemimpin tertinggi ASN untuk mengambil tindakan atas temuan pelanggaran tersebut.
Ia juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendesak KPK dan BKN serta lembaga terkait agar mematuhi rekomendasi Ombudsman.
Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK
Sebelumnya, Ombudsman menyatakan keputusan KPK terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam TWK itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.
SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, KPK telah melakukan malaadministrasi atas penerbitan SK itu.
"Ombudsman berpendapat atas terbitnya Surat Keputusan (SK) yang nomornya 652 Tahun 2021, KPK telah melakukan malaadministrasi berupa tindakan tidak patut," ujar Endi dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).
"Karena (penerbitan SK) bertentangan dengan putusan MK," tutur dia.
Baca juga: Ombudsman: SK Penonaktifan Pegawai KPK Bertentangan dengan Putusan MK