JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Tamanuri mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol perlu mempertimbangkan yang menjadi fokus, yaitu mengendalikan, bukan meniadakan minuman beralkohol.
Ia mengapresiasi semua masukan yang telah disuarakan baik dari sisi pro maupun kontra terhadap RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 ini.
"Dari kemarin kita sudah membahas ini, banyak sekali masukan-masukan yang sudah kita dengarkan, baik yang setuju maupun tidak setuju. Tapi, kita perlu mempertimbangkan bahwa UU yang akan kita bikin ini, bukan menghapuskan, tetapi mengendalikan soal minuman keras itu," kata Tamanuri dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR terkait penyusunan RUU Larangan Minuman Beralkohol, Rabu (14/7/2021).
Baca juga: Gerakan Nasional Anti Miras Ingatkan Indonesia Belum Miliki UU yang Mengatur Minuman Beralkohol
Politisi Partai Nasdem itu mengatakan minuman beralkohol memiliki dua sisi, yakni bermanfaat di sisi ekonomi masyarakat dan mudarat dari segi kesehatan.
Namun, ia mengatakan harus diingat bahwa dalam pembahasan ini tidak bertujuan mematikan industri minuman beralkohol.
"Kita tidak mau mematikan itu (minuman beralkohol), hanya kita akan mengendalikan batas-batasannya. Berapa persen saja yang bisa kita lakukan," ujarnya.
Sebab, menurutnya apabila minuman beralkohol tidak dikendalikan maka akan menimbulkan dampak sedemikian rupa.
Ia tak memungkiri ada pendapat yang menyebut mengonsumsi minuman beralkohol berpotensi pada angka kecelakaan di jalan yang meningkat.
"Akan tetapi, kalau kita kaitkan dengan ekonomi kita, kadang ini juga secara lokal ini diproduksi oleh kawan-kawan kita yang ada di daerah-daerah. Oleh karena itu, kita sekarang ini membuat aturan itu untuk menetralisir kebaikan dan keburukannya," tutur Tamanuri.
Senada dengan Tamanuri, anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menilai, akan lebih baik apabila RUU tentang Minuman Beralkohol bukan melarang, tetapi fokus pada pengendalian atau pengaturan minuman tersebut.
Menurutnya, dalam pembahasan RUU ini harus melihat keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia di mana ada beberapa tradisi yang menggunakan minuman alkohol.
"Oleh karena itu kami sepakat, bahwa dalam RUU ini kita tidak ada istilah untuk menghapuskan atau melarang, tetapi pengaturan," sambung dia.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol Dinilai Tak Urgen
Namun, Firman menekankan bahwa dalam pengaturan tersebut, pemerintah harus hadir untuk tetap melarang konsumsi alkohol bagi anak di bawah umur.
Di samping itu, pembahasan RUU ini juga harus melibatkan atau mengundang sejumlah pihak lainnya seperti tokoh masyarakat di berbagai daerah yang memiliki atau erat dengan minuman beralkohol.
"Bagaimana nanti kita dengarkan juga dari kelompok-kelompok yang membutuhkan seperti di Bali kita undang, di Papua kita undang, Sulawesi Utara kita undang, kemudian Sumatera Utara, dan kelompok agama yang biasa menggunakan minuman beralkohol untuk kepentingan ritual. Itu kita undang dan kita dengarkan, apa baiknya," kata Firman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.