JAKARTA, KOMPAS.com - Masih lekat di ingatan Harmoko peristiwa langka dalam Sidang Paripurna ke-V, penutupan sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), 11 Maret 1998.
Peristiwa itu mengusik benak Harmoko hingga membuatnya menyampaikan permintaan maaf ke Presiden Soeharto.
Bukan tanpa sebab, peristiwa itu terjadi dalam sidang paripurna yang menandai terpilihnya Soeharto sebagai Presiden RI untuk ketujuh kalinya.
Harmoko kala itu menjabat sebagai Ketua MPR.
Seperti biasa, sebagai pimpinan, ia menutup sidang dengan mengetukkan palu sebanyak tiga kali.
Namun, hari itu, palu sidang patah saat diketukkan. Kepala palu terlempar ke depan meja jajaran anggota MPR.
"Begitu palu sidang saya ketukkan, meleset, bagian kepalanya patah, kemudian terlempar ke depan...," kata Harmoko dalam buku Berhentinya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Harmoko.
Baca juga: RSPAD: Harmoko Masuk IGD dalam Kondisi Kesadaran Menurun
Saat itu, Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, putri sulung Presiden Soeharto, berada di barisan terdepan dan berhadapan langsung dengan kursi pimpinan dewan.
Peristiwa itu tentu saja juga disaksikan Presiden Soeharto yang hadir dalam ruangan.
Insiden patahnya palu sidang baru pertama kali terjadi dalam sejarah persidangan MPR. Tak heran peristiwa itu sedikit mengguncang hati Harmoko.
"Bahwa hati saya bertanya-tanya," ujarnya
Usai sidang, seperti biasa, Harmoko mendampingi Presiden Soeharto meninggalkan ruangan.
Sambil berjalan di atas karpet menuju lift Gedung MPR-DPR, batin Harmoko terus diliputi pertanyaan-pertanyaan tentang patahnya palu dalam persidangan.
Tepat di depan lift, Harmoko menyatakan permohonan maaf ke Presiden Soeharto.
"Saya minta maaf, palunya patah. Lantas Pak Harto hanya tersenyum sambil menjawab 'barangkali palunya kendor'," tutur Harmoko.