JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong agar ada reformasi di tubuh kepolisian melalui revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peneliti ICJR Iftitahsari mengatakan, reformasi kepolisian ini diperlukan agar pengawasan terhadap kewenangan kepolisian meningkat. Selain itu, agar perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) makin kuat.
"ICJR mendorong adanya reformasi sektor kepolisian agar lebih akuntabel dan berperspektif HAM," kata Ifti dalam keterangannya, Kamis (1/7/2021).
Baca juga: HUT Bhayangkara, Kompolnas Sebut Masih Ada PR yang Belum Selesai
Menurut Ifti, saat ini kepolisian memiliki wewenang yang sangat besar dalam penegakan hukum pidana, mulai dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan.
Namun, ICJR melihat aparat kepolisian dalam melaksanakan kewenangannya itu kerap bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana dan melanggar kebebasan sipil, seperti hak atas privasi dan menyatakan ekspresi/pendapat.
"ICJR berpandangan bahwa kewenangan upaya paksa saat ini yang diberikan KUHAP dalam rangka penyidikan kerap dilakukan dengan tanpa dasar yang akhirnya berakibat melanggar kebebasan sipil warga negara," tuturnya.
Ifti mencontohkan, ICJR mencatat masih adanya penangkapan sewenang-wenang khususnya terhadap massa yang melakukan aksi demonstrasi untuk menyampaikan ekspresi yang sah.
Padahal, Pasal 21 KUHAP jelas mengatur bahwa penangkapan hanya boleh dilakukan terhadap orang-orang yang ditetapkan sebagai tersangka jika ada bukti permulaan yang cukup.
Baca juga: Peringati HUT Ke-75 Bhayangkara, Polda Metro Jaya Perbanyak Gerai Vaksinasi Covid-19
"Berdasarkan temuan-temuan dari beberapa lembaga masyarakat sipil seperti Kontras dan PBHI, aparat kepolisian di lapangan ternyata banyak melakukan penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang bahkan dengan disertai penggunaan kekuatan yang berlebihan seperti dengan kekerasan, salah satunya pada saat aksi menolak UU Cipta Kerja pada Oktober 2020," paparnya.
Kemudian, lanjut Ifti, ICJR juga menemukan beberapa kasus di mana penyidik kepolisian melakukan penyitaan yang tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP.
Misalnya, pada kasus penangkapan musisi Anji dan Jeff Smith terkait perkara dugaan penyalahgunaan narkoba, penyidik juga menyita buku-buku atau literasi terkait tanaman ganja sebagai barang bukti.
Baca juga: Hari Bhayangkara, Polri Diingatkan Jaga Jarak dengan Kepentingan Politik Praktis
"Padahal penyitaan tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan proses pidana yang disangkakan sehingga bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) KUHAP yang menentukan kriteria barang-barang yang dapat dilakukan penyitaan," ujar Ifti.
Ifti pun berpendapat, saat ini tidak ada sistem akuntabilitas yang efektif dalam sistem peradilan pidana Indonesia untuk mengimbangi pelaksanaan kewenangan kepolisian yang sangat besar itu.
Karena itu, di peringatan Hari Bhayangkara ke-75 pada 1 Juli 2021 ini, dia meminta Polri agar mau berbenah diri supaya lebih akuntabel dan berperspektif HAM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.