JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mempersilakan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) melaporkan dugaan peretasan akun media sosial yang sempat dialami setelah menyampaikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo.
Dengan demikian, polisi dapat menindaklanjuti dan mendalami dugaan peretasan tersebut.
"Silakan (buat) laporan," kata Argo dalam keterangannya, Rabu (30/6/2021).
Ia mengatakan, Polri tidak bisa langsung menindaklanjuti dugaan peretesan tersebut, meski tidak masuk dalam delik aduan.
Baca juga: Tak Lama Setelah Kritik Jokowi: King of Lip Service, 4 Aktivis BEM UI Alami Peretasan
Sebab, penyidik harus mengetahui kata sandi (password) akun serta duduk perkara dugaan peretasan itu.
"Polri harus tahu password akun tersebut, apa yang diretas, dan lain-lain," ujarnya.
BEM UI, Sabtu (26/6/2021), menyampaikan kritik melalui akun Twitter @BEMUI_Official, menyebut Presiden Joko Widodo sebagai "The King of Lip Service".
Buntutnya, Rektorat UI memanggil 10 mahasiswa untuk datang ke ruang rapat Direktur Kemahasiswaan pada Minggu (27/6/2021) untuk menyampaikan penjelasan soal narasi unggahan tersebut.
Pada Minggu-Senin, akun media sosial milik lima anggota BEM UI diduga diretas pihak asing. Akun tersebut terdiri dari 3 akun Whatsapp, 1 akun Telegram, dan 1 akun Instagram.
Dikutip dari Harian Kompas, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengatakan telah melaporkan dan meminta pendampingan untuk kasus peretasan ini kepada Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet). Namun, belum ada rencana untuk melaporkannya ke aparat penegak hukum.
Baca juga: Aktivis BEM UI Diretas, Safenet Nilai Bentuk Represi Digital
"Belum ada pembahasan ke sana (melapor ke kepolisian)," kata Leon.
Sementara itu, Presiden sudah merespons polemik terkait kritik yang disampaikan BEM UI. Menurut Jokowi, kritik merupakan hal biasa dalam negara demokrasi.
Karena itu, ia mengatakan, universitas tidak perlu menghalang-halangi ekspresi mahasiswa. Namun, Presiden mengingatkan bangsa Indonesia memiliki tata krama dan sopan santun.
"Ini negara demokrasi, jadi kritik itu boleh-boleh saja, dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berkespresi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.