Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Penggelapan Impor Emas, Ketua Komisi III Usul Bentuk Panja

Kompas.com - 14/06/2021, 18:53 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) penegakan hukum terkait dugaan penggelapan uang negara melalui impor emas senilai Rp 47,1 triliun.

"Pada kesempatan ini, Komisi III akan mengusulkan, untuk apa yang disampaikan tadi tentang penyelewengan penerimaan negara. Kami akan bentuk panja penegakan hukum," kata Herman dalam rapat kerja Komisi III bersama Jaksa Agung, Senin (14/6/2021).

Baca juga: Anggota DPR Desak Jaksa Agung Usut Dugaan Penggelapan Bermodus Impor Emas Rp 47,1 Triliun

Dalam rapat tersebut Herman menyinggung soal kasus yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung, salah satunya mengenai kasus bea cukai.

Dugaan penggelapan ini diungkapkan oleh anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Arteria Dahlan dalam rapat.

Ia menyebut ada dugaan penggelapan uang melalui impor emas di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno Hatta, Jakarta, yang berpotensi merugikan negara Rp 2,9 triliun.

Terkait dugaan tersebut, Herman meminta Kejaksaan Agung betul-betul mengusut dan menyelidiki kasusnya.

"Kemudian tadi masuk lagi saudara Arteria dan Sudding juga terkait bea cukai penerimaan negara. Lagi-lagi penerimaan negara. Manipulasi. Nah, kami berharap Kejagung tidak gentar untuk terus menyelidiki," tutur dia.

Baca juga: Diduga Ada Kasus Penggelapan Bermodus Impor Emas, Ini Kata Jaksa Agung

Herman juga mengatakan, Komisi III akan mengundang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai untuk meminta penjelasan yang utuh.

"Agar tidak menjadi fitnah di antara kita. Itu yang saya lakukan, saya usulkan sebagai Ketua Komisi agar tidak ada fitnah di antara semua. Bagaimana meningkatkan penerimaan negara," ucap Herman.

Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengakui ada kendala dalam menangani kasus penggelapan bermodus impor emas tersebut.

Salah satunya terkait peraturan perundang-undangan.

Menurutnya, dugaan penggelapan itu masuk ke ranah merugikan perekonomian negara, serta bersinggungan dengan undang-undang (UU) terkait bea cukai, pajak, dan kepabeanan.

“Saya sudah menyinggung Pak Menko Polhukam begitu, apakah memungkinkan tiga undang-undang bisa masuk, UU Kepabeanan, UU Cukai, dan UU Pajak. Karena Tiga UU ini hanya satu penyidik, yaitu di Kementerian Keuangan saja. Kami kesulitan masuk, karena sifatnya administratif,” ucap dia.

Baca juga: Arsul: Kejagung Sudah Tak Lagi Murni Lakukan Penegakan Hukum, tapi Jadi Alat Kekuasaan

Namun, ia menegaskan pihaknya akan berupaya mencari langkah hukum yang tepat untuk menindaklanjuti hal itu.

“Oleh karena dalam merumuskannya saya mencoba untuk menerapkan unsur merugikan perekonomian negara yang selama ini belum pernah diterapkan. Nah, nanti akan saya coba dengan kawan-kawan untuk inovasi dalam rangka menerapkan hukum yang pas,” ucap dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com