JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Yustinus Prastowo menegaskan bahwa pemerintah akan berada satu barisan dengan pedagang dan organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Adapun satu barisan yang ia maksud berkait dengan rencana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan jasa pendidikan.
"Tidak perlu khawatir pemerintah ada dalam satu barisan dengan NU Muhammadiyah dengan para pedagang pasar," kata Yustinus Prastowo dalam diskusi daring, Sabtu (12/6/2021).
Baca juga: Polemik PPN Sembako, DPR: Kita Tak Tahu Itu Draf RUU KUP atau Bukan
Yustinus mengatakan, sembako dan jasa pendidikan atau barang lain yang berkaitan dengan kebutuhan strategis bisa saja dimasukkan dalam kategori barang tidak kena pajak.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tidak perlu khawatir karena pemerintah akan selalu beriringan dengan kepentingan rakyat.
"Barang-barang lainnya yang strategis untuk masyarakat banyak untuk kepentingan umum bisa dikenai tadi PPN final," ungkapnya.
Baca juga: Polemik Bocornya Draf RUU KUP, Stafsus Menkeu Sebut Sembako Bisa Tak Dipungut PPN
"Katakanlah satu persen atau dua persen atau bahkan nanti bisa dimasukkan dalam kategori tidak dipungut PPN," ucap dia.
Sebagaimana diketahui, rencana pemerintah menerapkan PPN pada sembako dan jasa pendidikan tertuang dalam rancangan draf Revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Rancangan draf tersebut bocor ke masyarakat. Di dalam draf revisi tersebut, sembako tak lagi termasuk dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.
Yustinus menjelaskan, sebanarnya dalam rancangan draf RUU yang bocor tersebut pemerintah membuat rancangan yang cukup komprehensif yaitu itu tentang upaya menangkal penghindaran pajak yang sangat masif dilakukan.
Baca juga: Stafsus Menkeu: Wacana PPN Sembako Hanya Bagian Kecil dari RUU KUP yang Dipotong
Kemudian juga mengatur ada rencana kenaikan tarif pajak penghasilan (PPH) orang pribadi dan juga konsep-konsep lain seperti PPN.
Terkait penerapan PPN, Yustinus mengatakan, pengecualian yang terlalu luas ini membuat Indonesia gagal mengadministrasi dengan baik dan gagal mengajak yang mampu untuk berkontribusi membayar pajak.
"Ini yang sebenarnya harus kita atasi," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.