JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan polemik baru setelah pimpinan KPK mangkir dari panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (8/6/2021).
Sikap pimpinan KPK itu lantas menuai reaksi negatif dari sejumlah pihak.
Namun, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo justru mendukung sikap Firli Bahuri dan kawan-kawan.
Menurut Tjahjo, tidak ada kaitan antara penyelenggaraan TWK dengan pelanggaran hak asasi manusia.
"Kami juga mendukung KPK misalnya yang tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan (tes) kewarganegaraan itu (dengan) urusan pelanggaran HAM?" kata Tjahjo dalam rapat dengan Komisi II DPR, Selasa.
Tjahjo menilai, TWK merupakan hal yang biasa. Ia membandingkan dengan pengalamannya mengikuti penelitian khusus (litsus) di era Orde Baru.
Baca juga: Samakan TWK dengan Litsus Era Orba, Tjahjo: Dulu Fokus PKI, Sekarang Lebih Kompleks
Hanya saja, menurut Tjahjo, saat ini pertanyaan yang digali dalam TWK lebih luas, tidak hanya soal keterkaitan seseorang dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti dalam litsus.
"Zaman saya litsus tahun 85 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas secara kompleks," ujar Tjahjo.
"Dari sisi aturan itu, saya kira Pak Syamsul yang pernah jadi panitia litsus dulu dan sebagainya, Pak Cornelis yang dari bawah, sama plek aturannya," kata dia melanjutkan.
Dalam keterangan video yang disebarkan pada Selasa malam, politikus PDI-P itu kembali menegaskan sikapnya.
Ia menganggap wajar apabila pimpinan KPK mengirim surat kepada Komnas HAM untuk menanyakan urgensi pemanggikan terhadap mereka.
"Pimpinan KPK wajar apabila mengirim surat mempertanyakan urgensi pemanggilan dan permasalahan latar belakang yang berkaitan dengan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN," ujar Tjahjo.
Pasalnya, menurut Tjahjo, persoalan pengalihan pegawai itu berkaitan dengan internal peraturan KPK.
Baca juga: Saat Pimpinan KPK Mangkir dari Panggilan Komnas HAM
Tjahjo pun menegaskan bahwa polemik alih status pegawai itu tidak berkaitan dengan pelanggaran HAM.
"Tetapi persoalan yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan. Semata-mata KPK ingin mempertegas dan minta klarifikasi berkaitan dengan pemanggilan itu," kata dia.