Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelantikan Pegawai KPK, Pengamat: Terlihat Pimpinan Ngotot Singkirkan Pegawai Tertentu

Kompas.com - 02/06/2021, 15:52 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelantikan 1.271 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai menunjukan betapa seriusnya keinginan Pimpinan KPK menyingkirkan pegawai tertentu.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rahman menyebutkan hal itu karena pelantikan tetap dilaksanakan di tengah polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) masih terjadi.

"Pelantikan di tengah kontroversi TWK yang belum tuntas memperlihatkan betapa ngototnya pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai tertentu," sebut Zaenur pada Kompas.com, Rabu (2/6/2021).

Ia menganggap, polemik soal TWK belum berakhir karena para pemangku kebijakan belum menjalankan instruksi Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan hasil TWK sebagai dasar pemberhentian pegawai KPK.

Selain itu Zaenur juga menegaskan bahwa TWK itu sendiri masih banyak masalah.

Baca juga: KPK Pastikan Proses Hukum Stepanus Robin Berjalan, Termasuk Panggil Azis Syamsuddin

Pertama, dari aspek dasar hukum, Zaenur menyebut bahwa penyelenggaraan TWK tidak sesuai dengan tiga aturan yakni Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70 Tahun 2019; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020; dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

"Sejak awal TWK bermasalah dari sisi dasar hukumnya, karena bertentangan dengan Putusan MK Nomor 70 Tahun 2019, dan tidak diperintahkan PP Nomor 41 Tahun 2020 dan UU Nomor 19 Tahun 2019," sebut dia.

Masalah berikutnya, sambung Zaenur, adalah materi soal TWK yang dianggap menyimpang dan tak memiliki hubungan dengan kompetensi pegawai KPK.

"Pelaksanaan TWK juga bermasalah karena menggunakan pertanyaan diskriminatif yang tidak berkorelasi dengan tugas pegawai KPK," jelasnya.

Saat ini, Zaenur berpendapat, tinggal menunggu keberanian pimpinan KPK mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian 51 pegawai yang tetap dianggap Tak Memenuhi Syarat (TMS) dan tak bisa diangkat menjadi ASN.

Ia menduga pimpinan KPK sedang mengulur waktu hingga kemarahan publik mereda akibat keputusan itu.

Baca juga: KPK Tak Akan Publikasikan Nama-nama Pegawai Tak Lolos TWK

"Saat ini tinggal menunggu keberanian Pimpinan KPK untuk mengeluarkan SK pemecatan 51 pegawai yang dianggap merah. Strategi pimpinan KPK yang sudah-sudah adalah mengulur waktu, sambil menunggu kemarahan publik reda," imbuhnya.

Sebelum SK pemberhentian diberikan, Zaenur menyebut masih ada usaha untuk menyelamatkan lembaga antirasuah itu.

Ia berharap Presiden mau mengambil langkah untuk memanggil para pihak terkait seperti Pimpinan KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Menteri Pendayagunaan Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), dan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk melaksanakan arahannya.

"Presiden harus mengambil langkah agar mereka kembali duduk bersama dan menjalankan pidato Presiden yaitu tidak menggunakan hasil TWK sebagai dasar pemecatan pegawai KPK," kata Zaenur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com