JAKARTA, KOMPAS.com - Content creator atau influencer di dunia maya mesti mempertimbangkan masak-masak konten yang mereka sajikan kepada publik, tidak melulu berorientasi pada jumlah audiens yang berujung pada monetisasi.
Hal itu disampaikan sosiolog dari Universitas Indonesia Ida Ruwaida menanggapi video-video yang dibuat YouTuber Atta Halilintar mengenai keguguran yang dialami oleh sang istri, Aurel Hermansyah.
"Dalam konteks ini maka konten-kontennya perlu dan harus mempertimbangkan dampaknya pada publik, bukan hanya semata berorientasi pada jumlah viewers, subscribers, juga monetisasi oleh YouTube," kata Ida saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/5/2021).
Baca juga: Konten Keguguran Aurel Atta Banjir Kritik, Ahli Media LIPI Nilai Wajar
Ida berpendapat, isu keguguran sebagai isu kesehatan reproduksi pada prinsipnya memang perlu diangkat agar publik tahu tahu dan sadar akan pentingnya isu tersebut pada perempuan serta bagaimana agar ada dukungan moril yang diberikan keluarga dan masyarakat.
"Pertanyaannya, sejauh mana konten-konten tersebut dibangun untuk mengedukasi publik?" ujar Ida.
Ida menjelaskan, YouTube dan media sosial lainnya merupakan salah satu medium komunikasi yang digunakan guna menyampaikan pesan untuk kemudian diterima publik dengan berbagai tafsirnya.
Sebagai media baru, YouTube dinilai tidak hanya memberikan kebebasan berekspresi baik dari sisi pembuat konten maupun audiens, tetapi juga kompetisi, kontestasi informasi, cara pandang, serta kepentingan.
Baca juga: Atta Halilintar Ucap Keinginan Berlibur, 22 Jam Tanpa Kamera
Di satu sisi, kata Ida, audiens mendapatkan hiburan dan informasi, namun di sisi lain juga terdapat efek demonstratif yang disebabkan oleh sikap pembuat konten.
"Cara pandang, cara menyikapi sesuatu, sikap maupun perilaku para YouTuber tentu bisa berdampak pada cara pandang, sikap, dan perilaku publik karena YouTuber kondang diposisikan juga sebagai influencer," kata Ida.
Butuh Daya Kritis
Menurut Ida, maraknya konten-konten yang membahas kehidupan pribadi, seperti yang dilakukan Atta, merupakan dampak dari semakin kaburnya batas antara ruang pribadi dan ruang publik di dunia maya.
Terlebih, kontrol negara terhadap apa yang terjadi di media sosial tidak seketat kontrol terhadap media arus utama.
"Singkatnya kontrol dalam dunia medsos memang demikian cair. Demikian pula batasan ranah publik dan domestik," kata Ida.
Baca juga: Krisdayanti Berharap Atta dan Aurel Lebih Menikmati Hidup Tanpa Sorotan Kamera
Ida menambahkan, daya kritis warganet dalam menyikapi konten-konten tersebut pun dipandang masih rendah.
"Sementara uniknya ada sikap pro kontra di antara para netizen, dan itupun bisa dikomodifikasikan," kata dia.