Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Wimar Witoelar dan Nutrisi Demokrasi

Kompas.com - 20/05/2021, 15:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA Rabu (19/5/2021) pukul 08.56 di usia 75 tahun, Wimar Witoelar wafat di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Figur cerdas, kritis dan santun yang memperjuangkan demokrasi tanpa slogan telah tiada.

Lelaki kelahiran Padalarang Bandung merupakan sosok multi tasking profesi. Penulis, dosen, pemandu acara bincang-bincang legendaris Perspektif dan konsultan komunikasi. Terakhir, mengabdi pada republik selaku Juru Bicara Presiden Era Presiden Abdurahman Wahid (Gusdur).

Saya termasuk yang beruntung pernah dekat dengan Wimar khususnya semasa mahasiswa. Sebab, untuk kali pertama, saya diundang Wimar di program bincang-bincang Perspektif yang tayang pada stasiun televisi SCTV 17 Juni 1995.

Itupun asalnya dari surat menyurat saya pada program Perspektif. Bagi saya, Wimar sosok berkesan.

Menjadikan saya narasumber mewakili mahasiswa padahal saya bukan siapa siapa. Bukan tokoh pergerakan. Apalagi bukan pemikir. Mahasiswa kutu buku biasa. Namun, justru karena saya orang biasa, Wimar tertarik mengundang kegiatan bincang tersebut.

Zaman itu, di tahun 1995, ketika Orde Baru (Orba) dengan kuat dan keras, tidak lazim televisi berani membuat acara talk show mengkritisi kebijakan pemerintah.

Saat itu, diskusi di televisi sudah dipastikan searah. Pejabat diundang bicara. Narasumber sudah diarahkan. Dan ada segenap list tabu ditanyakan dalam diskusi. Namun, acara Perspektif Wimar berbeda.

Pertama, saat itu saya direkam berdiskusi dua arah dengannya tanpa editing. Wimar anti edit tayangan.

Kedua, pertanyaan sangat kritis. Menanyakan bagaimana situasi demokrasi saat itu di mata mahasiswa.

Ketiga, pertanyaan tanpa skrip. Tidak ada bocoran mau menanyakan apa. Mengalir seperti kita ngobrol di warung kopi.

Maka, dari situ saja, bagi saya, Wimar memperkenalkan bagaimana demokrasi merupakan bentuk percakapan orang biasa, tidak menyeramkan dan nyaman. Tanpa kehilangan daya kritis. Dengan logika dan kepekaan terasah.

Mungkin karena model bincang bincang seperti itu tidak kompatibel dengan kepentingan rezim Orba saat itu, akhirnya program Perspektif dihentikan oleh SCTV  di tengah rating yang tinggi.

Nutrisi demokrasi

Banyak gagasan-gagasan Wimar saat itu yang belum saya pahami. Bahkan, tadinya saya pikir nyeleneh belaka. Seperti inisiasi---setengah guyon---pendirian Partai Orang Biasa (POB). Saya sempat hadir di peluncuran kegiatannya. Lengkap dengan kaos. Merchandise. Seremonial layaknya serius pembentukan partai.

Padahal partai itu bukan seperti umumnya yang daftar dan ikut pemilu. Hanya sebuah gerakan—yang baru belakangan saya pahami---untuk melawan kecenderungan orang biasa dipinggirkan. Apalagi di rezim keras Orde Baru yang kental.

Baru saat ini saya paham. Wimar sebenarnya hendak menanamkan nilai demokrasi. Bahwa demokrasi adalah memuliakan daulat publik. Dari rakyat biasa sampai yang bukan biasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com