JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung, Rizieq Shihab, meyakini kasus yang menyeretnya itu sarat kepentingan politik. Menurut Rizieq, hukum hanya jadi alat legalisasi untuk memenuhi dendam politik terhadap dirinya.
"Saya makin percaya dan yakin bahwa ini adalah kasus politik yang dibungkus dengan kasus hukum, sehingga hukum hanya menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk memenuhi dendam politik oligarki terhadap saya dan kawan-kawan," kata Rizieq, dalam sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang disiarkan secara daring, Kamis (20/5/2021).
Baca juga: Hari Ini, Rizieq Shihab Akan Sampaikan Pleidoi Kasus Kerumunan Petamburan dan Megamendung
Rizieq beranggapan, ada serangkaian peristiwa politik yang membuat dirinya dan pengurus Front Pembela Islam (FPI) jadi target pemerintah.
Salah satunya, kata Rizieq, bertalian dengan kasus hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta pada 2017.
"Ketika itu, Ahok menjadi salah satu calon Gubernur DKI Jakarta yang didukung penuh oleh oligarki," ujarnya.
Menurut Rizieq, saat itu ia berusaha bersikap sesuai aturan agama dan konstitusi negara. Ia menegaskan, memiliki hak politik yang harus dijaga dan digunakan secara benar.
Rizieq mengaku tidak ingin DKI Jakarta dipimpin gubernur yang suka berbicara kasar.
"Sikap politik saya dan umat Islam yang ikut aksi bela Islam 411 dan 212 pada 2016 sangat jelas, kami tidak mau seorang yang bersikap arogan serta sering berucap kata kasar sekaligus menjadi kepanjangan tangan para oligarki, menjadi Gubernur Ibu Kota Jakarta," kata Rizieq.
"Apalagi Jakarta adalah wilayah mayoritas Muslim yang agamis dan religius," tambahnya.
Baca juga: Tuntutan Penjara terhadap Rizieq Shihab dalam Kasus Kerumunan Megamendung-Petamburan
Sejak saat itu, Rizieq berpendapat, ia beserta pengurus dan simpatisan FPI menjadi target kriminalisasi.
Menurutnya, sepanjang 2017, beragam rekayasa kasus dialamatkan kepada dirinya dan FPI.
Namun, ia menyebut kriminalisasi tak berhenti sampai di situ. Ia mengatakan, setelah kekalahan Ahok di pilkada dan pengadilan, pemerintah makin marah.
"Para oligarki murka dan marah besar serta makin kalap, mereka sangat stres dan depresi berat. Sebab, hasil Pilkada DKI Jakarta jauh di luar perhitungan dan perkiraan mereka," tuturnya.
Rizieq mengatakan, berbagai upaya kriminalisasi kepada dirinya dan FPI terus terjadi, bahkan ketika ia pindah ke Mekah, Arab Saudi. Begitu juga ketika ia kembali ke Tanah Air pada November 2020.
"Ini menjadi bukti bahwa kasus pelanggaran protokol kesehatan yang saya hadapi merupakan bagian dari operasi intelijen berskala besar yang didanai para oligarki, sehingga ketiga kasus hukum tersebut hanya dijadikan alat justifikasi dengan menunggangi polisi dan jaksa penuntut umum dalam rangka balas dendam politik," kata Rizieq.
Baca juga: Rizieq Kenakan Syal Bermotif Bendera Palestina, Diminta Lepas oleh Hakim