JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mereda. Status 75 pegawai yang tidak lolos atau tak memenuhi syarat dalam tes masih dibebastugaskan.
Sementara, Presiden Joko Widodo telah bersikap dan menyatakan TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai. Pimpinan KPK juga belum mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 terkait pembebasan tugas 75 pegawai.
Kini, pimpinan KPK dilaporkan ke Ombudsman atas dugaan malaadministrasi terkait proses TWK.
Baca juga: 5 Pimpinan KPK Dilaporkan ke Ombudsman, Diduga Ada Malaadministrasi Proses TWK
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, mewakili 75 pegawai, menyebut pelaksanaan TWK bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Selain itu, pelibatan lembaga lain dalam TWK dianggap tak sesuai ketentuan.
Kemudian, Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tidak merinci metode pengujian TWK sehingga dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum, hak asasi manusia (HAM) dan kepastian hukum.
"Pimpinan KPK menambahkan metode alih status pegawai KPK bukan hanya melalui pengangkatan, tetapi juga melalui pengujian," kata Sujanarko, di Kantor Ombudsman RI, Rabu (19/5/2021), dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan...
Selanjutnya, menurut Sujanarko, pimpinan KPK telah melampaui batas kewenangan karena menambahkan konsekuensi dari TWK.
Ia meminta Ombudsman memeriksa semua pimpinan KPK terkait kebijakan TWK. Sujanarko juga meminta Ombudsman mengeluarkan laporan akhir hasil pemeriksaan yang menyatakan Firli Bahuri dan Komisioner KPK lainnya melakukan malaadministrasi.
Bertentangan dengan makna alih status
TWK merupakan mekanisme yang diterapkan Pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kendati demikian, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto menilai TWK tidak sesuai makna alih status pegawai.
"Ini tentu bertolak belakang dengan pemaknaan alih status, melainkan sudah masuk pada ranah pemberhentian oleh pimpinan KPK," ujar Sigit, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (16/5/2021).
Baca juga: Guru Besar FH UGM Sebut Ada Pertentangan Hukum dalam TWK Pegawai KPK
Sebab, kata Sigit, para pegawai yang dibebastugaskan tidak lagi bekerja. Ia juga menilai ada pertentangan hukum dalam proses pelaksanaan TWK.
Sebab tes itu tidak diatur dalam UU KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat alih status.