JAKARTA, KOMPAS.com – Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mendorong pemerintah pusat terlibat aktif dalam penyelesaian kasus intoleransi yang dialami oleh jemaat GKI Yasmin, Bogor.
Pemerintah pusat dalam hal ini yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Polri.
“Saya juga mendorong kepolisian ikut aktif, juga Kemenko Polhukam, Kemendagri dan Kemenag ikut bersama-sama mendorong penyelesaian (masalah) GKI Yasmin. Sehingga yang dijanjikan dan dijadikan komitmen oleh Wali Kota Bogor ini cepat selesai,” ujar Beka dalam konferensi yang ditayangkan akun YouTube Humas Komnas HAM, Jumat (7/5/2021).
Baca juga: GKI Yasmin: Tawaran Bima Arya Tidak Berlandaskan Hukum dan Konstitusi
Beka menuturkan, dukungan dari berbagai lembaga ini sangat diperlukan, mengingat permasalahan GKI Yasmin sudah terjadi lebih dari 10 tahun.
“Sudah selesai 10 tahun lebih sengketa GKI Yasmin ini. Saya berharap betul tahun ini bisa selesai,” kata Beka.
Beka berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mempertimbangkan aspek hukum yang berlaku.
“Dari putusan Mahkamah Agung (MA), kemudian kebijakan-kebijakan lain, termasuk juga bagaimana memahami peraturan bersama menteri terkait dengan pendirian tempat ibadah,” tutur Beka.
Baca juga: Pengurus GKI Yasmin Tuntut Pemerintah Bogor Segera Buka Segel Gereja
Di sisi lain, Beka meminta pihak-pihak yang tidak setuju dengan upaya penyelesaian kasus GKI Yasmin menempuh jalur hukum.
“Karena ini negara hukum, yang tidak sepakat dengan apa pun langkah Pemkot Bogor, dapat menempuh jalur hukum,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengurus GKI Yasmin Bona Sigalingging menyatakan, pihaknya menolak tawaran Wali Kota Bogor Bima Arya untuk merelokasi GKI Yasmin.
Menurut Bona, semestinya Bima Arya patuh pada putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) Nomor 127 PK/TUN/2010 yang menyatakan status Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin sah.
Sehingga penyelesaian yang dilakukan yakni dengan membuka segel pada bangunan gereja, bukan memindahkannya ke lokasi lain.
Baca juga: Kasus GKI Yasmin, Bima Arya: Penyelesaian Sudah Ada, Insya Allah Disepakati Bulat Semua Pihak
Kasus penyegelan GKI Yasmin terjadi sejak 2010 silam. Saat itu, Satpol PP Kota Bogor melakukan penyegelan atas perintah Wali Kota Bogor, Diani Budiarto.
Imbas dari penyegelan itu, jemaat GKI Yasmin mesti beribadah di jalan serta halaman gereja dan sering mendapatkan intimidasi dari masyarakat sekitar.
Pengurus GKI Yasmin kemudian menempuh jalur hukum. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) akhirnya memenangkan GKI Yasmin dalam sengketa tersebut.
Baca juga: Bima Arya: Konflik GKI Yasmin Jadi Ujian Citra Toleransi Kota Bogor
Bahkan MA juga menolak PK yang diajukan Pemkot Bogor dan menyatakan bahwa IMB milik GKI Yasmin adalah sah.
Namun, kala itu Diani Budiarto justru mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 645.45-137 Tahun 2011 tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin pada 11 Maret 2011.
Sengketa kemudian makin memanas ketika putusan MA dikeluarkan, karena ada sekelompok orang yang mengatasnamakan warga Bogor melakukan intimidasi, provokasi, pemblokiran jalan dan pelarangan ibadah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.