JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, banyak pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mendapatkan perlakuan buruk di masa pandemi Covid-19.
Anis mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini, banyak PMI yang tidak digaji, mendapatkan beban pekerjaan tambahan, hingga tidak mendapatkan waktu libur.
“Jadi berbagai survei memerlihatkan jam kerja PRT (pekerja rumah tangga) itu makin panjang. Tentu tidak ada hari libur, tidak ada insentif pengganti libur, pekerjaan makin banyak, makin rentan mengalami kekerasan berbasis gender, tingkat depresi makin tinggi,” kata Anis di diskusi virtual “Mencari Kepastian Nasib Pekerja Migran Indonesia”, Rabu (5/5/2021).
Baca juga: BP2MI: 49.682 Pekerja Migran Harus Pulang ke Indonesia pada April dan Mei
Berdasarkan survei yang dilakukan Migrant Care bersama Universitas Brawijaya, 20 persen responden PMI tidak mendapatkan gaji dan tidak bisa memberikan uang ke keluarga sejak masa pandemi Covid-19.
Survei tersebut dilakukan terhadap 2.500 PMI yang tersebar di 7 negara. Survei tersebut dilakukan sejak bulan November 2020 sampai Februari 2021.
“20 persen pekerja migran kita tidak digaji dan tidak bisa mengirimkan uang kepada keluarga sejak masa pandemic,” ucap Anis.
Selanjutnya, Anis mengatakan, 16,67 persen responden PMI mengalami kekerasan. Kemudian, ada sekitar 8,33 persen responden yang tidak memiliki waku libur.
Lebih lanjut, 8,33 persen responden juga mengatakan sudah kehilangan dan 4,17 responden tidak memiliki tempat tidur sehingga rentan mengalami kekerasan seksual.
“Dan 4 persen di antara pekerja migran kita terutama yang bekerja di sektor domestik itu tidak ada tempat tidur begitu sehingga mereka makin rentan mengalami kekerasan seksual,” ujar dia.
Baca juga: Puluhan Pekerja Migran Masuk Nganjuk, 9 Boleh Pulang, Lainnya Masih Dikarantina
Selain itu, hasil survei menyatakan bahwa berkurangnya pendapatan PMI berdampak langsung dengan situasi perekonomian keluarga para PMI di Tanah Air.
Ia mengatakan, keluarga para responden banyak yang mulai terjerat hutang hingga terpaksa menjual aset yang dimiliki.
“Jadi situasinya saya kira makin ke sini akan makin meningkat mereka yang terpaksa meminjam dan menjual aset karena situasi itu,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.