Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Pertanyakan Hilangnya Nama Politisi dalam Dakwaan Juliari Batubara

Kompas.com - 22/04/2021, 21:41 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan hilangnya nama-nama dalam surat dakwaan terhadap mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, ada dua nama yang diduga hilang dalam dakwaan Juliari, yakni Politisi PDI Perjuangan Herman Herry dan Ikhsan Yunus.

"ICW mempertanyakan kenapa dalam dakwaan Juliari kembali dihilangkan nama-nama politisi yang diduga memperoleh paket besar dalam pengadaan bansos sembako di Kemensos, seperti Herman Herry dan Ikhsan Yunus," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Kamis (22/4/2021).

Baca juga: Sejumlah Fakta di Balik Persidangan Eks Mensos Juliari Batubara

Padahal, menurut Kurnia, Herman Herry dan Ikhsan Yunus disebut dalam pengakuan Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode Oktober-Desember 2020, Adi Wahyono dalam persidangan.

Dalam pengakuannya, Adi Wahyono menyebut ada 4 pihak yang mendapat jatah pengadaan paket sembako bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020.

"Diantaranya grup Herman Herry dengan 1 juta paket, Ikhsan Yunus 400.000 paket, Bina Lingkungan 300.000 paket, dan Juliari Batubara 200.000 paket," ucap Kurnia.

Dengan pengakuan Adi tersebut, Kurnia menilai, semestinya dakwaan yang diberikan jaksa pada Juliari tidak hanya fokus pada penerimaan suap.

Ia juga berpendapat, jaksa seharusnya bisa melihat ke arah pengungkapan skandal pembagian jatah pengadaan bansos.

"Semestinya dakwaan Juliari tidak hanya menitikberatkan pada dugaan penerimaan suapnya saja, namun harus lebih jauh, yakni mengungkap skandal awal pembagian jatah pengadaan bansos kepada beberapa pihak," tutur dia.

Baca juga: Dua Anak Buah Eks Mensos Juliari Batubara Didakwa sebagai Perantara Suap Rp 32,48 Miliar

Kurnia mengatakan, seandainya pembagian jatah tersebut benar adanya, jaksa harus melihat apa yang mendasari pengadaan paket bansos pada kedua politisi tersebut.

"Apakah ada nepotisme di sana? Secara kelayakan apakah sudah memenuhi ketentuan sebagai penyedia bansos? Kemudian tatkala mereka mendapatkan paket besar pengadaan bansos, apa ada setoran fee dari para vendor ke grup-grup besar itu," tutur Kurnia.

Berdasarkan alasan tersebut, Kurnia kemudian menyimpulkan bahwa KPK saat ini hanya berani membongkar perkara yang ada, tetapi takut atau enggan untuk menuntaskannya.

Baca juga: Sidang Juliari, Jaksa Ungkap Penggunaan Uang Korupsi Bansos: Bayar Artis Cita Citata, Swab Test hingga Sapi Kurban

Kurnia pun berharap Dewan Pengawas KPK mau turun tangan untuk menginvestigasi kinerja KPK/

"Untuk itu ICW merekomendasikan agar Dewas KPK tidak hanya menjadi penonton saja, namun harus mengambil inisiatif dengan menginvestigasi persoalan kebiasaan KPK yang akhir-akhir ini sering melenyapkan nama dan peran pihak tertentu dalam surat dakwaan," kata dia.

Adapun nama Herman Hery dan Ikhsan Yunus sempat disebut dalam kasus tindak pidana korupsi bansos yang menjerat Juliari.

Dalam keterangan Adi Wahyono pada persidangan yang berlangsung 8 Maret 2021, Herman Hery disebut menerima 1 juta paket pengadaan bansos Covid-19.

Sementara itu, Ikhsan Yunus terseret karena dalam rekontruksi yang digelar KPK, diketahui perantara Ikhsan yang bernama Agustri Yogasmara menerima uang Rp 1,352 miliar dan dua sepeda merek Bromoton dari pengusaha Harry Van Sidabukke.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com