JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertanyakan jaminan prosedur pengujian vaksin nusantara yang dikembangkan tim bentukan mantan Menteri Kesehatan Terawan Adi Putranto.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih mengatakan, pihaknya mengkhawatirkan keamanan vaksin tersebut karena sudah mulai uji klinis tahap kedua, meski belum lolos uji klinis tahap pertama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
“Prosedur itu harus kita pegang karena kalau kita tidak komitmen maka jaminan bahwa (prosedur pengujian) ini dilakukan dengan baik, ke mana lagi kita meminta itu,” kata Daeng dikutip dari situs Kompas TV, Rabu (14/4/2021).
Menurut dia, setiap penelitian dan pengembangan obat maupun vaksin harus diawasi dan dinilai oleh otoritas yang berwenang, dalam hal ini adalah BPOM.
Baca juga: Epidemiolog: Harusnya Vaksin Nusantara Tak Dilanjutkan ke Uji Klinis Fase II
BPOM, kata dia, sudah sangat ahli dan telah meneliti obat dan vaksin Covid-19 berdasarkan standar internasional yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Karena BPOM sudah meminta agar uji klinis vaksin nusantara tidak dilanjutkan dulu setelah pengujian tahap pertama, maka seharusnya tidak boleh ada uji klinis tahap kedua," kata dia.
Ia pun menyarankan agar peneliti vaksin nusantara memperbarui uji klinis fase pertama.
Oleh karena itu, kata dia, jika fase pertama saja belum dikatakan baik, maka seharusnya mereka tidak melangkah dulu ke tahap selanjutnya.
Adapun vaksin nusantara digagas melalui Badan Litbang Kesehatan dan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) menandatangani yang bekerjasama uji klinik vaksin sel dendritik SARS-CoV-2 di Kantor Gedung Kementerian Kesehatan pada 22 Oktober 2020.
Baca juga: Uji Klinis Vaksin Nusantara Dilanjutkan Tanpa Persetujuan BPOM
Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Terawan Agus Putranto yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Namun hingga saat ini BPOM menilai, vaksin nusantara belum layak mendapatkan izin uji klinis fase II.
Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, keganjilan pertama adalah karena sejumlah syarat belum dipenuhi oleh vaksin nusantara.
Adapun syarat yang belum terpenuhi itu di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Baca juga: Vaksin Nusantara Belum Diuji pada Hewan, Ahli Sebut Tak Wajar Diuji Langsung ke DPR
Salah satu syarat yaitu proof of concept dari vaksin tersebut, kata Penny, juga belum terpenuhi.
Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.
Bahkan pada Maret lalu Penny mengatakan bahwa penelitian vaksin tersebut tidak sesuai kaidah medis.
Hal itu dikarenakan terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.