JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty Internasional Indonesia mencatat 132 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi yang dialami sejumlah kelompok masyarakat sepanjang 2020.
"Setidaknya terdapat 132 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi sepanjang 2020 dengan 157 korban dengan dugaan kriminalisasi baik menggunakan pasal dalam UU ITE maupun KUHP," ujar peneliti Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya dalam konferensi pers, Rabu (7/4/2021).
Baca juga: Amnesty Catat 19 Dugaan Pembunuhan oleh Aparat di Papua Sepanjang 2020
Ari mengatakan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi termasuk yang dialami jurnalis berupa serangan digital dan ancaman kriminalisasi.
Dalam satu periode tersebut, Amnesty mencatat ada 56 kasus kekerasan yang dialami jurnalis.
"Setidaknya ada 56 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang mendokumentasikan protes penolakan UU Cipta Kerja antara tanggal 7 dan 21 Oktober 2020," kata Ari.
Secara keseluruhan, lanjut Ari, mahasiswa, akademisi, pembela HAM, hingga jurnalis mengalami intimidasi digital.
Baca juga: Bikin Petisi, Amnesty International Desak Jaksa Agung Cabut Banding soal Putusan Kasus Semanggi
Intimidasi terjadi ketika mereka mengkritik pemerintah maupun saat mengangkat isu sensitif, seperti pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
"Setidaknya ada 66 kasus serangan dan intimidasi digital yang dialami 86 korban yang terdiri dari organsiasi, aktivis, jurnalis, dan akademisi sepanjang 2020," ungkap Ari.
Menurut Ari, intimidasi digital bertujuan untuk menanamkan rasa takut dan upaya membungkam suara kritis masyarakat.
"Intimidasi dilakukan dalam berbagai bentuk termasuk kekerasan fisik, intervensi dari pimpinan universitas kepada mahasiswa," tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.