Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Gimik dan Langkah Politik AHY

Kompas.com - 07/04/2021, 14:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH melalui drama panjang nan melelahkan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akhirnya berhasil mempertahankan kepemimpinanya di Partai Demokrat.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak permohonan pengesahan hasil Konges Luar Biasa [KLB] Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara.

KLB yang digelar di Deli Serdang ini merupakan puncak dari upaya menggulingkan AHY dan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan anak sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.

Baca juga: Alasan Pemerintah Tolak Pengesahan Partai Demokrat Kubu Moeldoko

 

Sebelumnya, AHY sudah mencium bau tak sedap terkait upaya pengambilalihan kepemimpinan partai secara paksa ini. Dia pun langsung memecat sejumlah kader Partai Demokrat yang terlibat dalam upaya kudeta tersebut.

Kudeta yang diinisiasi sejumlah kader senior Partai Demokrat ini berawal dari kekecewaan sejumlah kader partai. Mereka tak puas dengan kepemimpinan AHY. Ketidakpuasan itu kabarnya terkait dengan kebijakan AHY membuang para senior partai hingga soal pungutan dan kegagalan Demokrat dalam Pilkada Serentak 2020.

Oligarki dan politik dinasti menjadi dalih digelarnya KLB di Deli Serdang. Mantan politikus Partai Demokrat Jhoni Allen Marbun menuding, partai berlambang bintang mercy itu kini sudah menjadi dinasti Puri Cikeas.

Baca juga: Mereka yang Dipecat akibat Konflik KLB Partai Demokrat

 

Dia menyebut, Kongres V Partai Demorkat yang mengukuhkan AHY sebagai ketua umum partai merupakan hasil rekayasa Susilo Bambang Yudhoyono [SBY]. AHY disebut tak berkeringat dan dianggap hanya mendapatkan warisan dari ayahnya.

Tak tinggal diam

Kisruh di tubuh Partai Demokrat ini menjadi ujian pertama bagi AHY. Pasalnya, banyak yang meragukan kemampuan mantan calon gubernur DKI Jakarta ini dalam berpolitik.

Sejak mencium adanya upaya kudeta, AHY melakukan beragam cara dan upaya guna meredam dan memupusnya. Salah satunya dengan memecat sejumlah kader yang dinilai berkhianat dan akan menggoyang kekuasannya. Tak hanya elite demokrat di Jakarta, sejumlah kader Demokrat di daerah juga kena.

Tak hanya itu, AHY juga berkirim surat ke Istana. Surat itu sengaja dikirim guna meminta penjelasan dari Presiden Joko Widodo terkait dugaan dan kecurigaan adanya keterlibatan pihak istana dalam upaya perebutan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa.

Pasalnya, Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko diduga terlibat dalam upaya kudeta tersebut.

Baca juga: Soal Kisruh Partai Demokrat, Menkumham Minta SBY Tak Tuding Pemerintah

Guna menggagalkan KLB, AHY juga mengirim surat ke sejumlah intitusi mulai dari Kemenkumham, Kemenko Polhukam hingga Kepolisian.

Ia meminta agar pemerintah tak memberi izin atau membubarkan KLB yang akan digelar di Deli Serdang.

Namun, upaya itu tak membuahkan hasil. KLB Demokrat tetap digelar. Polisi enggan membubarkan dan hanya memantau kegiatan yang terlaksana pada Jumat, 5 Maret 2021 di The Hill Hotel dan Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara ini.

Safari dan gimik politik

Karena tak bisa menggagalkan KLB, AHY pun melakukan safari politik guna mengail dukungan. Beberapa hari usai Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB, AHY menyambangi sejumlah lembaga negara guna menegaskan bahwa dirinyalah yang sah memimpin Partai Demokrat.

Kemenkumham, Komisi Pemilihan Umum, dan Kemenko Polhukam adalah sejumlah institusi yang disambangi.

Langkah ini diambil guna memastikan bahwa KLB Partai Demokrat yang digelar di Deli Serdang ilegal dan inskonstitusional. Guna menguatkan hal itu, AHY menyerahkan sejumlah dokumen terkait legalitas partai dan kepengurusannya.

Baca juga: Kubu Moeldoko Ajukan Gugatan ke PN Jakpus Terkait AD/ART Partai Demokrat

Tak hanya ke kementerian dan lembaga negara, AHY juga jadi rajin mendatangi sejumlah tokoh nasional. Sehari usai roadshow ke sejumlah lembaga negara, ia mengunjungi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqie.

Selain itu, AHY juga menemui aktivis HAM dan demokrasi Haris Azhar. AHY juga mengunjungi mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Selain safari politik, AHY juga terkesan bermain peran sebagai korban atau playing victim. AHY bersikap dan berbicara laiknya orang yang menjadi korban dalam kisruh di tubuh Partai Demokrat tersebut.

Sejumlah kalangan menilai, itu hanyalah gimik politik semata guna mendapat dukungan dari banyak kalangan. Itu dilakukan AHY karena ia merasa posisinya terancam.

Mengapa Demokrat terbelah? Siapa sebenarnya di balik kisruh Demokrat? Dan apa yang akan dilakukan AHY guna kembali menyatukan kekuatan partai?

Saksikan wawancara ekslusif jurnalis senior Budiman Tanuredjo dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (7/4/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com