JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam beberapa peristiwa terorisme di Tanah Air, tercatat perempuan ikut terlibat menjadi pelaku aksi teror tersebut.
Berdasarkan catatan BNPT, diketahui dalam kurun waktu sepuluh tahun (2001-2020) jumlah tahanan perempuan terkait aksi terorisme di seluruh Indonesia mencapai 39 orang.
Terbaru, perempuan tercatat menjadi pelaku dalam dua aksi teror di Indonesia. Pertama, bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, kemudian aksi penembakan di Mabes Polri, Jakarta.
Baca juga: Ada Pergeseran Pelaku Terorisme, Perempuan Kini Dilibatkan
Sebenarnya, apa faktor yang menyebabkan perempuan terlibat dalam aksi terorisme?
Pengamat terorisme dan visiting fellow RSIS NTU Singapur, Noor Huda Ismail menilai, tidak ada alasan tunggal yang melatarbelakangi perempuan bergabung dalam aksi terorisme.
Noor Huda menyebutkan beberapa alasan tersebut antara lain merasa tidak bermakna dalam kehidupan pribadi.
Komentar orang-orang atas kehidupan pribadi dan tekanan sosial juga bisa memicu perempuan terlibat aksi terorisme.
"Biasanya alasannya sangatlah personal dan emosional, seperti kehilangan orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk mengandung anak, atau susah mendapatkan pasangan menjadi pemantik perempuan terlibat aksi terorisme," kata Noor Huda kepada Kompas.com, Senin (5/4/2021).
Baca juga: Aksi Teroris Milenial: Lone Wolf, Unggah Konten di IG, Pamit di Grup WhatsApp
Lebih lanjut Noor Huda Ismail juga mengatakan bahwa paham radikal dapat mempengaruhi para perempuan untuk terlibat dalam aksi teror karena menawarkan pemahaman kehidupan yang lebih bermakna.
"Sementara, pernikahan dan karier menjanjikan kepada perempuan kehidupan yang lebih baik, ideologi radikal menawarkan kehidupan yang lebih bermakna," tuturnya.
Masuknya ideologi radikal pada perempuan, kerap terjadi ketika seorang perempuan tidak punya banyak waktu untuk beraktivitas di luar rumah, karena fokus pada pekerjaan dan kehidupan pernikahan.
Situasi ini, sambung dia, yang membuat perempuan akhirnya berkenalan dengan paham radikal di internet.
"Banyak dari mereka tidak bisa beraktivitas di luar rumah dan akhirnya menghabiskan waktu dengan mengakses internet. Kemudian dari situ paham radikal didapatkan, bahwa ada Daulah Islamiah di Syria, pemahaman sebagai muslim wajib berjihad mempertahankan agama dan lain sebagainya," kata Noor Huda.
Baca juga: Kementerian PPPA: Perempuan Rentan Terlibat dalam Terorisme