Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Setor Rp 5 Miliar dan 35.000 Dollar AS ke Kas Negara

Kompas.com - 05/04/2021, 13:39 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor uang sejumlah Rp 5.021.409.752 dan 35.000 dollar AS sebagai asset recovery atau pemulihan aset dari penanganan perkara tindak pidana korupsi ke kas negara.

"Total uang yang disetorkan oleh KPK ke kas negara sebagai asset recovery dari penanganan perkara tipikor dimaksud sejumlah Rp 5.021.409.752 dan 35.000 dollar AS," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (5/4/2021).

Ali mengatakan, jaksa eksekusi KPK Andry Prihandono telah menyetor ke kas negara uang denda sejumlah Rp 200.000.000 dari terpidana mantan Direktur Pemasaran PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III I Kadek Kertha Laksana, pada Selasa (30/3/2021).

Baca juga: Lelang Barang Rampasan Koruptor, KPK Sumbang Rp 2,3 M ke Kas Negara

Penyetoran itu, kata Ali, berdasarkan putusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 67/Pid.Sus-TPK/2020/PN Not Pst tanggal 1 Maret 2021.

Ia juga menyebut, jaksa eksekusi KPK Suryo Sularso juga telah menyetor ke kas negara uang sejumlah Rp 4.821.409.752 dan 35.000 dollar AS sebagai uang rampasan dari terpidana mantan Bupati Muara Enim, Sumatera Selatan Ahmad Yani pada Jumat (26/3/2021).

Penyetoran itu juga, menurut Ali, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 245 K/Pidsus/2021 tanggal 26 Januari 2021.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap I Kadek Kertha selama 4 tahun penjara dan denda Rp 200.000.000 subsider 2 bulan kurungan.

I Kadek Kertha terbukti menjadi perantara suap sebesar 345.000 dollar Singapura (sekitar Rp 3,55 miliar) untuk mantan Dirut PTPN III Dolly Parlagutan Pulungan terkait distribusi gula.

Sementara itu, Ahmad Yani merupakan terpidana perkara suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.

Baca juga: Menaker: Subsidi Upah Pekerja Tersalurkan Rp 29,4 Triliun, Sisanya Kembali ke Kas Negara

Pada tingkat pertama Pengadilan Tipikor Palembang menjatuhkan vonis terhadap Ahmad Yani dengan 5 tahun penjara dan denda Rp 200.000.000 subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 2,1 miliar.

Majelis Hakim Kasasi MA kemudian memperberat hukuman Ahmad Yani menjadi 7 tahun penjara dan denda Rp200.000 subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 2,1 miliar.

Ahmad Yani melalui perantara mantan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muhtar mengatur pembagian uang "fee" proyek di Kabupaten Muara Enim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com