Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Radikalisme, Bom Waktu yang Mengancam Masa Depan Bangsa

Kompas.com - 03/04/2021, 18:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKSI bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar (28/03/2021) dan serangan terhadap Mabes Polri oleh perempuan berinisial ZA (31/03/2021) adalah rentetan aksi terorisme yang terjadi dalam sepekan terakhir dan membuat khawatir masyarakat Indonesia.

Dua peristiwa mengerikan ini seolah membuka kembali memori kita akan serangkaian tindakan terorisme yang terjadi dalam beberapa tahun lalu, seperti Bom Thamrin (2016) dan Bom Surabaya (2018).

Laporan Global Index Terrorim (GTI) tahun 2020 yang dirilis oleh Institute for Economics and Peace (IEP) menunjukkan bahwa dalam skala global Indonesia berada di peringkat 37 dengan skor 4.629 dari 135 negara yang terdampak oleh terorisme, sedangkan di Asia Pafisik Indonesia berada di posisi ke-4.

Baca juga: Teroris Berbaju Agama Itu Nyata Adanya

Hal ini sekaligus menjadi alarm untuk pemerintah dan masyarakat untuk kesekian kalinya bahwa radikalisme atau ideologi radikal masih ada dan akan menjadi bom waktu yang terus menghantui negara jika tidak ditangani secara serius hingga ke akar-akarnya.

Apa itu radikalisme?

Mendefinisikan radikalisme sebagai suatu konsep yang final sangatlah tidak mudah karena kosakata ini memiliki makna yang beragam dan tidak bisa dilepaskan dari konteks waktu yang membuat maknanya selalu mengalami pergeseran.

Radikalisme berasal dari bahasa latin radical dan radix yang berarti akar atau memiliki akar, suatu konsep yang menginginkan perubahan signifikan. Dalam teori sosial radikalisme diasosiasikan dengan revolusi total untuk melawan status quo atau hegemoni rezim penguasa.

Berpikir secara radikal, dalam kegiatan berfilsafat, sama artinya dengan berpikir secara kritis untuk membongkar ketidakberesan sosial dan dominasi yang bersifat merugikan.

Hasanudin Abdurakman memaknainya sebagai cara beragama atau pandangan dalam beragama yang mengganggap umat lain sebagai musuh.

Baca juga: Wapres Sebut Potensi Radikalisme di Indonesia Tak Besar, tapi Perlu Diantisipasi

Dalam konteks Indonesia, memang benar bahwa pelaku saksi teror beragama Islam, namun mengaitkan radikalisme sebagai fenomena ideologis yang khas Islam adalah kurang tepat karena Islam yang ditafsirkan oleh pelaku teror sangat bertentangan dengan ajaran Islam rahmatan lil alamin yang mengajarkan pesan perdamaian antar sesama umat manusia.

Selain itu, radikalisme adalah fenomena global yang juga bisa ditemukan di kelompok sosial atau keagamaan manapun. Contohnya adalah pembantaian suku Rohingya oleh kelompok militer dan nasionalis Buddha di Myanmar dan aksi penembakan brutal terhadap umat Islam yang dilakukan oleh warga Australia, di Kota Christchurch, Selandia Baru.

Artinya, radikalisme yang kerap berujung pada tindakan terorisme ini bisa terjadi dan dilakukan oleh kelompok sosial manapun di luar kelompok Islam.

Bagaimana radikalisme bisa terjadi?

Radikalisme di Indonesia memang sudah terekam sejak lama. Kelompok atau organisasi yang mempratikkan paham-paham radikal pun jumlahnya tidak sedikit dan terus bertambah.

Sebut saja organisasi Daarul Islam (DI/TII) yang gencar menggeser konstitusi dan ideologi Pancasila untuk membangun negara Islam pada masa awal kemerdekaan Indonesia.

As’ad Said Ali (2012) dalam Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi menyatakan bahwa berbagai organisasi/gerakan Islam non-mainstream berpaham radikal terus menjamur pasca runtuhnya rezim Orde Baru seperti kelompok Ikhwanul Muslimim, Hizbut Tahrir Indonesia, Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, dan masih banyak lagi.

Tentu saja radikalisme tidak muncul begitu saja dari ruang hampa. Ahmad Najib Burhani mengatakan bahwa dari segi teologis radikalisme terjadi akibat dari penafsiran teks-teks agama secara literal tanpa melihat konteks historis dan sosiologis sehingga teks-teks tersebut sering kali diklaim untuk melegitimasi tindakan kekerasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com