HALAMAN Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 28 Maret 2021, tepatnya pukul 10.30 WITA tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah ledakan cukup besar.
Tidak menunggu lama, langsung diketahui ada dua pelaku bom bunuh diri, pasangan suami istri yang baru enam bulan melangsungkan perkawinan.
Pelaku yang diketahui bernama Muh. Lukman Alfarizi, menulis sepucuk surat untuk ibunya. Baca juga: Fakta Pelaku Penyerangan Mabes Polri, Pamit di WAG Keluarga dan Tinggalkan Surat Wasiat Sebelum Beraksi
Bom yang ia ledakkan bersama istrinya mengkibatkan sedikitnya 20 orang luka-luka; ringan maupun berat, dan tentu saja trauma bagi jemaat Gereja Katedral tersebut.
Tindakan bom bunuh diri yang dilakukan pelaku merupakan sebuah tindakan biadab dan tragedi kemanusiaan, apapun dalihnya, terlebih jika mengatasnamakan jihad fi sabilillah.
Sekilas jika membaca surat pelaku pada keluarganya, ia sangat meyakini bahwa tindakannya itu sesuai ajaran Rasulullah Muhammad SAW.
Terminologi jihad, merupakan salah satu doktrin di dalam Islam yang seringkali disalahpahami oleh sebagian kecil umat Muslim.
Kesalahpahaman ini berangkat dari pemaknaan jihad menjadi qital fi sabilillah: perang di jalan Allah SWT. Padahal antara jihad dan qital itu sangat berbeda arti maupun maknanya.
Secara bahasa jihad berasal dari kata jahada-yajhadu-jahdan yang artinya mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau menuju kebaikan dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga (Yusuf al-Qardhawi, 2010: 72, juga di https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/jihad).
Sekurang-kurangnya terdapat 41 kata jihad di dalam al-Quran. Oleh karena itu jika pemaknaannya salah, akan sangat berbahaya bagi orang lain.
“Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan”, demikian ungkap Haedar Nashir, selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam sidang Tanwir ke-51 pada 15-17 Februari 2019 di Kampus IV Gedung Hasan Din Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Bagi organisasi Islam modern terbesar di republik ini jihad dimaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan? badlul-juhdi? untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat.
Dalam konteks kebangsaan bagi Muhammadiyah berkhidmat pada nilai-nilai berikut jauh lebih penting: “Sementara nilai-nilai kebangsaan lainnya yang harus terus dikembangkan adalah nilai-nilai spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan, kemandirian, kemajuan, dan keunggulan,” ujar Haedar Nashir.
Nilai-nilai tersebut sangat memuat Pancasila. Spiritualitas merupakan semangat dari Ketuhanan, kemudian solidaritas wujud dari kemanusiaan, persatuan, serta keadilan sosial, sementara kedisiplinan, kemandirian, kemajuan, dan keunggulan itu representasi dari semangat demokrasi maupun musyawarah mufakat.
Demokrasi mengedepankan partisipasi warga, memberikan ruang yang setara bagi perempuan dan laki-laki, dan memacu kompetisi secara fair play dalam kontestasi apapun.