Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Kenapa Terorisme Kembali Terjadi?

Kompas.com - 31/03/2021, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TERORISME kembali terjadi. Kali ini, teror itu berwujud aksi bom bunuh diri. Sepasang suami istri meledakkan diri di area gereja katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021).

Tindakan biadab ini dilakukan saat jemaat baru saja selesai melaksanakan Misa Minggu Palma. Sekitar 20 orang mengalami luka ringan hingga berat, termasuk petugas gereja dan jemaat akibat bom bunuh diri ini.

Baca juga: Saat Milenial Terlibat Bom Bunuh Diri, Iming-iming Jalan Pintas Masuk Surga, Direkrut Melalui Medsos

Peristiwa ini menambah panjang daftar tindakan terorisme di negeri ini. Mengutip data yang dirilis Public Virtue Research Institute, ada sembilan kasus ledakan bom yang terjadi sejak 2000.

Mulai dari Bom Bali I (2002), Bom JW Marriot (2003), Bom Bali II (2005), Bom Ritz Carlton (2009), Bom Masjid Az-Dzikra Cirebon (2011), Bom Sarinah (2016), Bom Mapolresta Solo (2016), Bom Kampung Melayu (2017), dan Bom Surabaya dan Sidoarjo (2018). Selain sembilan kasus dia atas, juga ada bom Konsulat Jenderal Filipina di Indonesia, Menteng, Jakarta, pada 1 Agustus 2000, bom Bursa Efek Jakarta 13 September 2000 dan bom malam Natal, 24 Desember 2000.

Selain teror bom, dalam beberapa tahun terakhir juga terjadi penyerangan. Misalnya, penyerangan terhadap rombongan polisi di Karanganyar, Cemoro Kandang, Jawa Tengah, yang disebut dilakukan oleh residivis kasus teror.

Pembantaian oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora, yang menewaskan empat orang warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dan penyerangan terhadap Wiranto saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Menyoal program deradikalisasi

Bom bunuh diri di Makassar ini membuktikan jika terorisme masih ada dan nyata di depan mata. Insiden ini juga menunjukkan program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan sejumlah kementerian belum sesuai harapan.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2019, deradikalisasi adalah proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal terorisme yang telah terjadi.

Sejumlah pengamat terorisme menilai, program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah tidak ada landasan teoritiknya sehingga tidak terukur dan hasilnya tak optimal.

Selain itu, belum ada instrumen yang bisa mengukur tingkat radikalisme seseorang, baik mantan narapidana kasus terorisme maupun orang-orang yang rentan terpapar. Padahal, mantan teroris rentan kembali terpapar paham radikal dan terlibat terorisme.

Kasus Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh bisa menjadi contoh. Pasangan suami istri ini menjadi pelaku bom bunuh diri di Katedral Our Lady of Mount Carmel, Pulau Jolo, Filipina Selatan. Padahal mereka sudah menjalani program deradikalisasi di Indonesia.

Regulasi dan anggaran

Teror di Makassar ini juga disorot banyak kalangan karena terjadi saat pemerintah dan DPR sudah mengesahkan Undang Undang Terorisme.

Padahal dalam beleid ini, penegak hukum diberi wewenang lebih terkait upaya pencegahan tindak pidana terorisme.

Kritik juga dilayangkan karena anggaran untuk penanggulangan terorisme cukup besar. Tahun ini BNPT mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 304,7 miliar untuk pagu indikatif tahun 2021. Padahal sebelumnya BNPT telah mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 515,9 miliar untuk 2021.

Kerja-kerja intelijen juga tak luput dari kritik. Bom bunuh diri di Makassar menunjukkan intelijen kebobolan. Padahal, pemerintah sudah menggelontorkan anggaran yang besar guna memaksimalkan kerja-kerja intelijen, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN).

Sejak era Presiden Jokowi, anggaran BIN naik setiap tahun. Bahkan kenaikannya sempat mencapai 305 persen.

Pada 2020 anggaran BIN meningkat menjadi Rp 7,42 triliun dari sebelumnya Rp 5,35 triliun pada 2019. Dan tahun ini, anggaran badan telik sandi ini juga kembali naik menjadi Rp 9,2 triliun.

Mengapa terorisme kembali terjadi? Apa benar ini bentuk kegagalan intelijen dan program deradikalisasi pemerintah?

Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (31/3/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com