JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, semua hak tahanan di rumah tahanan KPK telah dipenuhi, termasuk soal kesehatan yang tentu menjadi prioritas utama.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut, bahkan Rutan KPK juga memiliki dokter klinik yang siap kapan pun memeriksa kesehatan para tahanan.
Ia merespons mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi yang mengajukan pemindahan rutan dengan alasan kesehatan.
"Kami berpandangan sama sekali tidak ada urgensinya pemindahan tahanan dimaksud,” kata Ali dikutip dari Tribunnews, Minggu (21/3/2021).
Baca juga: Alasan Kesehatan, Eks Sekretaris MA Nurhadi Minta Pindah Rutan
Nurhadi merupakan terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.
Kendati demikian, KPK menghargai permohonan Nurhadi yang meminta pemindahan penahanan.
Akan tetapi, menurut KPK, alasan Nurhadi yang berkaitan dengan kesehatan itu berlebihan.
Oleh sebab itu, KPK berharap majelis hakim banding menolak permohonan tersebut.
“Terlebih selama proses penyidikan maupun persidangan kami nilai terdakwa Nurhadi juga tidak kooperatif," ucap Ali.
Nurhadi mengajukan pemindahan rumah tahanan (rutan) kepada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Adapun permintaan pemindahan penahanan tersebut dilakukan yakni karena alasan kesehatan.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, terdakwa Nurhadi mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta agar pindah rumah tahanan dari Rutan cabang KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan dengan alasan kesehatan dan sudah usia lanjut," kata Ali.
Baca juga: Kasus Perintangan Penyidikan Eks Sekretaris MA Nurhadi, KPK Panggil Pengacara Muhammad Rudjito
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Nurhadi dan Rezky dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Nurhadi dan Rezky juga dinyatakan terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang beperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali (PK).