JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Tinggi Pertimbangan Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengunggah video podcast melalui laman Facebook-nya, Kamis (18/3/2021).
Video berdurasi 18 menit 42 detik itu berisi cerita puitis yang ditulis SBY berjudul "Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Lambat, Tapi Pasti."
Meski ditulis oleh SBY, cerita dalam video tersebut tidak dibacakan oleh SBY langsung.
Cerita yang ditulis SBY itu mengisahkan sesorang yang sedang berkontemplasi untuk mencari hikmah dan cobaan yang baru ia alami.
Dalam petikan cerita tersebut, SBY mengungkit soal adanya sejumlah 'sahabat' yang telah melukai orang-orang yang mencintai dan berjuang di sebuah partai politik.
"Dalam kekuatan iman yang kumiliki, aku bertanya kepada Sang Pencipta, juga mengadu, mengapa cobaan ini mesti datang seperti ini. Perbuatan dan perlakuan sejumlah 'sahabat' yang sangat melukaiku," tulis SBY.
Baca juga: Kala Yasonna Didoakan Sehat dan Tegak Lurus Selesaikan Masalah Demokrat
"Juga melukai orang-orang yang setia, yang mencintai dan berjuang di sebuah perserikatan partai politik, yang selama 20 tahun aku juga ikut bersamanya," imbuh dia.
Selain itu, SBY juga mengungkit praktik politik yang menghalalkan segala cara dengan menggunakan uang dan kekuasaan.
"Terkadang uang dan kekuasaan menyatu, menjelma menjadi kekuatan maha dahsyat yang bisa melindas dan menggilas siapa saja. Menghalalkan segala cara bukanlah sebuah aib dan pertanda matinya etika," tulis SBY.
Baca juga: Digugat Jhoni Allen, Demokrat AHY Sebut Pemecatan Sesuai AD/ART
Berikut naskah lengkap video podcast SBY yang juga diunggah di akun Youtube Susilo Bambang Yudhoyono:
KEBENARAN & KEADILAN DATANGNYA SERING LAMBAT, TAPI PASTI
Oleh: Susilo Bambang Yudhoyono
Malam itu Cikeas bagai kota mati. Atau seperti dusun kecil yang terbentang di kaki bukit yang sunyi. Suasana sungguh mencekam, hening dan sepi.
Ketika kubuka jendela di dekat sajadah mendiang istriku, yang sedikit lusuh namun menyimpan kenangan yang teramat dalam, yang kini menjadi teman setiaku ketika aku bersujud ke pangkuan Illahi, di kejauhan kupandangi langit yang pekat kehitaman. Tak ada cahaya rembulan atau gemerlapnya bintang-bintang. Rintik hujan yang turun sejak senja haripun kini telah pergi. Tinggal derak pohon dan dedaunan yang terdengar lirih berdesir... pertanda angin malam masih menyapa dan menghampiri.
Kututup kembali jendela tua di kamarku, dan aku mencoba untuk merebahkan diriku di ranjang, mengingat jam dinding telah menunjukkan angka dua belas. Namun, entah mengapa, sulit sekali memejamkan kedua mataku. Hatiku terjaga, pikiranku mengembara.