JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) Luluk Nur Hamidah menilai beberapa pihak gagal memahami naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) secara substansial.
Hal ini yang dinilai masih adanya penolakan terhadap RUU PKS oleh beberapa pihak.
"Substansi keseluruhan RUU PKS yang menyediakan kerangka dan pencegahan kekerasan seksual serta memberi ruang kepada negara untuk memberikan perlindungan tidak dipandang," kata Luluk dalam webinar yang diselenggarakan Badan Keahlian DPR, Selasa (9/3/2021).
Luluk melanjutkan, penolakan-penolakan itu harus dipandang sebagai autokritik bagi pihak-pihak pengusung RUU PKS.
Baca juga: Para Korban Disebut Sudah Menunggu RUU PKS untuk Disahkan, Ini Alasannya
Menurutnya, dengan adanya penolakan, pihak pengusung seharusnya membuat definisi sejumlah hal yang terdapat dalam naskah RUU PKS agar tidak menimbulkan perbedaan pemahaman.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kemudian menjabarkan salah satu contoh bagian yang dipahami berbeda oleh sebagian pihak terkait RUU PKS.
"Misalnya kemungkinan kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang melakukan kritik moral atas perilaku seksual yang menyimpang serta kriminalisasi terhadap pemaksaan aborsi yang kemudian ditafsirkan pembolehan aborsi bila tanpa paksaan," ujarnya.
Luluk menilai, hal-hal tersebut perlu segera diluruskan. Bahkan, ia menyarankan agar pembahasan RUU PKS menghadirkan ahli bahasa, bukan hanya ahli hukum.
Sebab, menurutnya antara maksud yang tertulis dalam naskah dan pemahaman yang ada bisa saja berbeda.
Lebih lanjut, Luluk mengungkapkan UU PKS benar-benar diperlukan sebagai bagian dari komitmen negara untuk melindungi warga negaranya.
Sebab, menurutnya kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.
"Belum ada rancangan undang-undang yang sekomprehensif RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang mengatur mulai dari pencegahan hingga penanganan hak-hak korban," nilai dia.
Diberitakan, RUU PKS dinyatakan masih masuk dalam 33 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Baca juga: RUU PKS Diharapkan Dapat Perkuat Pemberian Efek Jera kepada Pelaku Kejahatan Seksual
Hal itu diketahui setelah Badan Legislasi ( Baleg) DPR menetapkannya dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/3/2021).
"Saya ingin tanyakan apakah daftar Prolegnas tahun 2021 dan perubahan RUU Prolegnas 2020-2024 bisa kita setujui?" tanya Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas yang memimpin rapat.
Sebelumnya, RUU PKS pertama kali diumumkan Baleg masuk dalam daftar 33 RUU tersebut pada 14 Januari 2021.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.