JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah terbuka jika ada pihak yang memiliki bukti bahwa peristiwa penembakan yang menewaskan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) merupakan pelanggaran HAM berat.
Sebab, berdasar hasil penyelidikan Komnas HAM, peristiwa itu tak termasuk pelanggaran HAM berat, melainkan pelanggaran HAM biasa.
Hal ini Mahfud sampaikan ketika mendampingi Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar FPI pimpinan Amien Rais di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Baca juga: Bertemu Jokowi, Amien Rais Minta Kasus Kematian 6 Laskar FPI Dibawa ke Pengadilan HAM
"Saya katakan, pemerintah terbuka, kalau ada bukti mana pelanggaran HAM beratnya itu, mana sampaikan sekarang, atau kalau enggak nanti sampaikan menyusul kepada Presiden," kata Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (9/3/2021).
Dalam kunjungannya, menurut Mahfud, TP3 menyampaikan keyakinan mereka bahwa pembunuhan terhadap 6 laskar FPI merupakan pelanggaran HAM berat. Oleh karenanya, TP3 meminta agar perkara ini dibawa ke pengadilan HAM.
Namun demikian, Mahfud mengatakan, untuk menyelidiki perkara ini yang diperlukan merupakan bukti, bukan keyakinan.
"Bukti, bukan keyakinan, karena kalau keyakinan kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C kalau keyakinan," ujarnya.
Mahfud menyebut, berdasar hasil penyelidikan Komnas HAM yang disampaikan ke Presiden, tak ditemukan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa penembakan 6 laskar FPI itu. Peristiwa itu dinyatakan sebagai pelanggaran HAM biasa.
Ada 3 syarat agar suatu peristiwa dinyatakan pelanggaran HAM berat. Pertama, dilakukan secara terstruktur.
Baca juga: Polisi Gunakan Pasal Pembunuhan dan Penganiayaan dalam Perkara Unlawful Killing Laskar FPI
Terstruktur berarti dilakukan oleh aparat secara resmi dengan cara berjenjang, berikut taktik, alat, dan strateginya.
Syarat kedua stematis yakni jelas tahap-tahap atau perintah pengerjaannya. Ketiga, masif atau menimbulkan korban yang meluas.
"Komnas HAM sudah menyelidiki sesuai dengan kewenangan undang-undang, nggak ada (pelanggaran HAM berat)," kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, Presiden dan pemerintah sama sekali tak ikut campur dalam penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM.
Komnas HAM bekerja sebabas-bebasnya dan dapat memanggil siapa pun pihak yang merasa punya pendapat serta bukti. Selanjutnya, hasil penyelidikan dan rekomendasi Komnas HAM diserahkan ke Presiden.
"Kita hanya menyatakan, kalau pemerintah yang membentuk lagi-lagi dituding dikooptasi, timnya orangnya pemerintah, timnya diatur oleh orang Istana, timnya orang dekatnya si A si B," kata dia.