Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Tuntutan terhadap Djoko Tjandra Belum Maksimal

Kompas.com - 05/03/2021, 14:16 WIB
Devina Halim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Coruption Watch (ICW) menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra belum maksimal.

Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice dan kasus kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

"Regulasi yang menjadi dakwaan, memungkinkan untuk menuntut maksimal sampai lima tahun penjara," ungkap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (5/2/2021).

"Kedua, denda yang dituntut oleh penuntut juga hanya Rp 100 juta. Mengingat kejahatan yang ia lakukan, mestinya penuntut menuntut maksimal hingga Rp 250 juta," sambungnya.

Baca juga: Kasus Fatwa MA dan Red Notice, Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Juta

Selain itu, ICW menilai JPU cenderung mengabaikan peran sentral Djoko Tjandra dalam kasus yang menjeratnya itu.

ICW, kata Kurnia, juga berpandangan status Djoko Tjandra sebagai terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali dinilai tidak dipertimbangkan sebagai pemberat oleh jaksa.

"Tak hanya itu, tindakan Joko S Tjandra yang telah mencoreng institusi penegak hukum dengan menyuap oknum jaksa dan perwira tinggi Polri. Namun sepertinya hal itu luput dijadikan dasar pemberat tuntutan," tuturnya.

Baca juga: Merasa Ditipu Jaksa Pinangki dan Andi Irfan Jaya, Djoko Tjandra Berharap Dituntut Bebas

Maka dari itu, ICW pun mendorong majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman maksimal kepada Djoko Tjandra.

Di samping itu, ICW mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki peran pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

"Sebab, sampai saat ini, ICW masih meyakini ada beberapa orang yang tergabung dalam klaster politik, penegak hukum, dan swasta yang belum dijerat oleh penegak hukum," ucap dia.

Adapun dalam kasus fatwa MA, Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500.000 dollar Amerika Serikat agar mengurus fatwa di MA. Suap itu diberikan melalui Andi Irfan Jaya selaku perantara.

Fatwa itu diurus agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani hukuman dua tahun penjara atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Baca juga: JPU Minta Majelis Hakim Tolak Permohonan Djoko Tjandra Jadi Justice Collaborator

Sementara dalam kasus red notice, Djoko Tjandra dinilai memberi suap kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sejumlah 200.000 dollar Singapura dan 370.000 dollar Amerika Serikat, serta sebanyak 100.000 dollar AS kepada mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Menurut jaksa, uang itu diberikan agar Napoleon dan Prasetijo membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Berikutnya, dalam dakwaan kedua, Djoko Tjandra dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Pinangki dan Andi Irfan Jaya berupa menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi di kasus Bank Bali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com