JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, penyusunan peraturan perundang-undangan harus partisipatif dan tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.
Menurut Bivitri, sikap Presiden Joko Widodo yang mencabut ketentuan soal investasi industri minuman keras dalam Perpres 10 Tahun 2021 setelah menuai protes dari masyarakat menandakan adanya masalah dalam proses penyusunan perpres.
"Ya, itu menggambarkan kekacauan dalam proses penyusunan perpres. Penyusunan semua bentuk peraturan perundang-undangan, termasuk perpres, harus partisipatif. Nah ini yang tidak dilakukan oleh pemerintah karena terburu-buru," kata Bivitri saat dihubungi, Rabu (3/3/2021).
Baca juga: Pakar Sebut Jokowi Harus Terbitkan Perpres Baru setelah Cabut Aturan Investasi Miras
Bivitri mengatakan, pemerintah dikejar waktu karena penyusunan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 sebagai turunan Undang-Undang Cipta Kerja harus selesai dalam tiga bulan.
Padahal, UU Cipta Kerja memiliki banyak peraturan turunan.
Dalam proses penyusunan perpres itu, Bivitri menekankan, pemerintah pun harus membuka ruang partisipasi dengan melakukan dialog.
Menurut Bivitri, tidak adanya dialog itu tercermin dari kasus Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Sebab, sejumlah organsisasi keagamaan menganggap perpres itu melegalkan miras.
Padahal, perpres tersebut mengatur penanaman modal, termasuk untuk industri miras yang masuk dalam kategori tertentu.
"Nah hal seperti ini kan harusnya bisa dijelaskan pemerintah waktu proses pembentukan perpresnya, jadi clear dari awal," ujar Bivitri.
Ia juga mengatakan, meski perpres telah terbit, belum terlambat bagi pemerintah untuk membuka dialog dengan kelompok keagamaan untuk menjelaskan isi perpres tersebut.
Bivitri pun mengkritik sikap Jokowi yang buru-buru mencabut ketentuan tersebut setelah mendapat tekanan dari kelompok Islam.
"Perpres penanaman modal ini sebenarnya biasa saja. Sejak ada UU Penanaman Modal, dulu itu ada daftar negatif investasi, tapi UU Cipta Kerja mengubah pola pengaturannya. Jadi bisa dijelaskan kalau mau, tapi ya buru-buru saja diubah," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.