Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU ITE Dinilai Belum Penuhi Kebutuhan Hukum Masyarakat

Kompas.com - 24/02/2021, 14:56 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) belum memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.

Hal itu ia sampaikan terkait wacana revisi pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir.

"Ada (unsur) kebutuhan hukum dalam masyarakat yang menjadi materi muatan. UU ITE belum memenuhi kebutuhan hukum masyarakat," kata Redi kepada Kompas.com, Rabu (24/2/2021).

Baca juga: Pemerintah Tak Akan Revisi Pasal UU ITE yang Dianggap Multitafsir

Redi menegaskan, materi undang-undang harus memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Sementara, ia berpandangan UU ITE memiliki sejumlah pasal karet atau definisi yang tidak ketat dan menimbulkan ketidakjelasan dalam implementasinya.

Oleh sebab itu, menurut Redi, UU ITE harus direvisi sesuai kebutuhan masyarakan dan mengedepankan hak asasi manusia (HAM).

"Energi yang terkuras baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakat atas eksistensi pasal-pasal karet UU ITE harus diakhiri," ujar Redi.

Baca juga: Ketidakjelasan dalam UU ITE Dinilai Berpotensi Timbulkan Malaimplementasi

Sebelumnya, Ketua Sub Tim I Kajian UU ITE Henri Subiakto mengatakan, pemerintah tidak akan merevisi ketentuan yang selama ini dianggap multitafsir atau pasal karet.

Henri berpandangan, pemerintah tidak bisa merevisi pasal-pasal tersebut. Sebab Mahkamah Konstitusi telah memutuskan sejumlah pasal dalam UU ITE itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“Kami tentu saja tidak mungkin merevisi yang sudah diputuskan MK, itu tidak bisa diubah-ubah, karena itu sudah mengikat dan final. Mungkin akan ditambahi penjelas, dilengkapi supaya lebih jelas,” ujar Henri, dikutip dari program Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Selasa (23/2/2021).

Ketentuan dalam UU ITE yang dinilai multitafsir dan pernah diuji di MK yakni Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2).

Pasal 27 ayat (3) mengatur tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, sedangkan Pasal 28 ayat (2) tentang penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan pada masyarakat berdasar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Baca juga: ICJR: Revisi UU ITE Harus Menghilangkan Pasal Karet Bukan Membuat Pedoman Interpretasi

Pengajuan judicial review Pasal 27 ayat (3) pernah dilakukan pada 2009, 2015 dan 2016. Hasilnya, dua permohonan ditolak MK dan satu dicabut oleh pemohon.

Sementara uji materi Pasal 28 ayat (2) dilakukan pada 2017 dan ditolak oleh MK.

“Tentu saja Presiden memperoleh masukan bahwa undang-undang ini sudah berkali-kali di-judicial review di MK. Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) sudah empat kali," kata Henri.

"MK sudah memutuskan bahwa pasal itu secara normanya benar. Tidak ada konflik dengan Undang-undang Dasar 1945,” tutur dia.

Selain itu, Henri menegaskan bahwa UU ITE tidak mungkin dihilangkan. Menurutnya, saat ini banyak beredar ujaran kebencian dan hoaks yang tersebar di media sosial.

“Ketika sekarang orang mengatakan UU ITE menakutkan dan untuk membungkam, tapi media sosial kita isinya nauzubillah. Ini kan paradoks, sosial media kita isinya penuh hoaks dan ujaran kebencian,” ucap Henri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com