Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Mahfud soal Restorative Justice Kasus Pemerkosaan Dinilai Tak Berpihak pada Perempuan

Kompas.com - 17/02/2021, 16:41 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD soal penerapan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus pemerkosaan dinilai tidak berpihak pada hak-hak perempuan.

Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnamasari mengatakan, seharusnya pemerintah menghapus praktik diskriminasi yang dialami oleh negara, termasuk pada perempuan.

Pernyataan Mahfud, menurut Era, menunjukkan legitimasi pemerintah pada diskriminasi perempuan dan budaya patriarki yang kerap menjadi persoalan utama.

Budaya patriarki menempatkan posisi sosial kaum laki-laki lebih tinggi daripada kaum perempuan. Sehingga, masyarakat cenderung menganggap wajar adanya pelecehan terhadap perempuan dalam bentuk sekecil apa pun.

Baca juga: Bicara Prinsip Restorative Justice, Mahfud MD Contohkan Kasus Perkosaan

“Kalau dibilang tidak paham, Pak Mahfud pasti paham. Dia ahli hukum tata negara dan pernah berada di Mahkamah Konstitusi (MK). Yang jelas ini menunjukkan dia tidak punya keberpihakan pada perempuan, pada hak asasi manusia, dan hak-hak perempuan,” ujar Era kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).

Saat menjadi pembicara pada Rapim Polri, Mahfud mencontohkan prinsip restorative justice pada kasus pemerkosaan yang terjadi di lingkungan masyarakat adat.

Menurut Mahfud, pendekatan restorative justice tidak menekankan pada upaya penangkapan pelaku dan dibawa ke pengadilan untuk menjalani proses hukum.

Namun, restorative justice dipilih untuk membangun harmoni antara keluarga korban, keluarga pemerkosa, dan masyarakat supaya tidak terjadi kegaduhan.

Mahfud menyebut istilah "kawin lari" atau perkawinan di luar daerah agar korban pemerkosaan tidak merasa malu kepada seluruh warga kampung.

Baca juga: Komnas Perempuan Minta RUU PKS Segera Disahkan dalam Prolegnas Prioritas 2021

Menanggapi hal tersebut, Era menuturkan bahwa masyarakat adat cukup terbuka untuk menerima nilai-nilai baru, selama tidak dipaksakan.

Pandangan itu berdasarkan pengalaman LBH menangani kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan di lingkungan masyarakat adat.

“Dalam pengalaman LBH menangani kasus-kasus kekerasan perempuan yang terjadi di masyarakat adat, bukan tidak mungkin masyarakat adat itu mengalami perubahan. Mereka cukup terbuka dengan nilai-nilai baru, sepanjang tidak dipaksakan,” ujar Era.

Era mengatakan, LBH pernah melakukan pendekatan dengan dialog saat menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Pada beberapa kasus, beberapa korban sempat dipaksa menikah dengan pelaku. Namun, setelah berdialog, akhirnya masyarakat adat bisa memahami.

“Kita beri pengertian pelan-pelan dengan dialog pada masyarakat adat. Akhirnya mereka mau menerima bahwa penyelesaian kasus pemerkosaan itu tidak diselesaikan dengan menikahkan korban dengan pelaku. Mereka juga menerima bahwa ada sudut pandang yang lain,” pungkas Era.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com