Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain UU ITE, Presiden Diminta Selesaikan Persoalan Kebebasan Berpendapat

Kompas.com - 17/02/2021, 16:07 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Presiden Joko Widodo memiliki pekerjaan rumah (PR) lain, di samping berencana merevisi Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menurut Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, PR yang harus diselesaikan Presiden adalah memperbaiki kasus pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi.

"Sebenarnya pemberangusan kebebasan berpendapat tidak hanya terjadi di ruang digital atau daring. YLBHI mencatat ada 351 (tahun 2020) kasus pelanggaran hak dan kebebasan sipil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia," ujar Isnur dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).

Berdasarkan data YLBHI, pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Kemudian Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua.

Deretan kasus ini didominasi pelanggaran hak berekspresi dan menyatakan pendapat di muka umum.

Baca juga: Baleg Nilai Revisi UU ITE Sangat Mungkin Masuk Prolegnas Prioritas 2021


Secara lebih rinci, terdapat pelanggaran hak berekspresi atau berpendapat secara lisan sebanyak 26 persen, pelanggaran hak menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa sebanyak 25 persen, dan pelanggaran hak berekspresi atau berpendapat secara digital sebanyak 17 persen.

Selanjutnya, pelanggaran hak mencari dan menyampaikan informasi sebanyak 16 persen dan pelanggaran terhadap data pribadi sebesar 16 persen.

Isnur menuturkan, berbagai pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi ini berakar dari sejumlah kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan UU.

Di antaranya, Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 tertanggal 4 April 2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara.

Kemudian, Surat Telegram Kapolri Nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 untuk menghadapi aksi penolakan Omnibus Law Cipta.

Selanjutnya, Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 kementerian dan lembaga terkait penanganan radikalisme dan penguatan wawasan kebangsaan pada Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pelanggaran ini diperparah dengan adanya diskriminasi penegakan hukum dan jeleknya hukum acara pidana Indonesia.

Baca juga: Pakar Sebut UU ITE Tetap Bisa Direvisi meski Pasal-pasalnya Pernah Diuji di MK

Akibat praktik ini, indeks demokrasi di Indonesia pun mengalami penurunan.

Untuk itu, YLBHI mendesak presiden segera melakukan evaluasi penegakan hukum.

Halaman:


Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com