JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Napoleon terbukti menerima suap sebesar 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyatakan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," kata jaksa Junaedi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021), dikutip dari Antara.
"Menghukum terdakwa dengan pidana selama 3 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp 100 juta diganti pidana kurungan 6 bulan," sambungnya.
Baca juga: Irjen Napoleon Mengaku Simpan Rekaman Percakapan dengan Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo
Menurut jaksa, hal yang memberatkan adalah perbuatan Napoleon tidak mendukung program pemerintah yang bebas dan bersih dari korupsi serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Sementara, hal yang meringankan adalah karena terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.
Dalam kasus ini, suap tersebut diduga diberikan agar Napoleon membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Baca juga: Irjen Napoleon Bawa Nama Kabareskrim dan Azis Syamsuddin, Polri: Tidak Ada di BAP
Adapun Djoko Tjandra sebelumnya berstatus buronan dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Ia buron sejak tahun 2009 hingga akhirnya tertangkap di tahun 2020.
Menurut JPU, dengan berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari DPO.
"Sehingga Kepala Subdirektorat Cegah Tangkal Dirwasdakim pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Sandi Andaryadi menghapus nama Djoko Tjandra dari 'Enhanced Cekal System' (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM). Sejak saat itu Djoko Tjandra bebas keluar masuk Indonesia dan tidak ada dalam ECS pada SIM KIM," tutur jaksa.
Baca juga: Kabareskrim: Kenapa Irjen Napoleon Tak Hubungi, Cek Apa Betul Ada Restu Saya?
Padahal, jaksa berpandangan, Napoleon serta mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang juga menjadi terdakwa di kasus ini mengetahui nama Djoko Tjandra masuk dalam red notice di Interpol.
Maka dari itu, jaksa menilai perbuatan Napoleon dan Prasetijo bertentangan dengan jabatannya.
Adapun Napoleon dinilai melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.