Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Tolak Pilkada Tahun 2022/2023 karena Pandemi Covid-19 Dinilai Mengada-ada

Kompas.com - 09/02/2021, 15:38 WIB
Sania Mashabi,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri sekaligus peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai, alasan sejumlah pihak tidak ingin pemilihan kepala daerah (pilkada) dilaksanakan pada 2022 karena Indonesia masih dalam masa pandemi Covid-19 terlalu mengada-ada.

Hadar menilai, alasan tersebut mengada-ada karena Pilkada Serentak Tahun 2020 lalu dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19.

"Padahal yang kemarin itu waktu persiapan untuk persiapan untuk menghadapi penyelenggaran di masa pandemi Covid," kata Hadar kepada Kompas.com, Senin (8/2/2021).

Baca juga: Ini Sejumlah Kekurangan Bila Pilkada Tetap Digelar Tahun 2024...

Ia berkomentar soal wacana perubahan jadwal pilkada. Hadar pun mengatakan, Pilkada Serentak Tahun 2020 dilaksanan di 270 daerah dengan jumlah pemilih lebih dari 100 juta orang.

Selain itu, Pilkada 2020 pada masa pandemi bisa dilakukan hanya dengan persiapan kurang lebih enam bulan.

"Bulan Juni sampai Desember itu kan cuman hanya enam bulan periapannya. Nah sekarang Pilkada 2022 katakanlah dilaksanakan April saja, ini lebih dari satu tahun ke sana kok tidak bisa," ujar dia. 

"(Tahun) 2023 itu lebih dari dua tahun kesananya kok tidak berani," ucap dia.

Sebelumnya, Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, partainya menolak pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 yang tercantum dalam draf Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).

Baca juga: Netgrit Dukung Pilkada Digelar 2022 dan 2023, Ini Alasannya

Dalam draf RUU Pemilu dimuat ketentuan bahwa Pilkada digelar 2022 dan 2023. Salah satu Pilkada yang akan digelar pada 2022 adalah Pilkada DKI Jakarta.

Sementara itu, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 disebutkan bahwa pilkada serentak ditetapkan pada November 2024.

Djarot mengatakan, sebaiknya pelaksanaan pilkada tetap dilangsungkan pada 2024 sesuai amanat UU Nomor 10 Tahun 2016.

Sebab, hal ini salah satu bentuk konsolidasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Baca juga: Survei Indikator: Mayoritas Responden Enggan Pilkada 2022 dan 2023 Ditunda

Selain itu, ia mengatakan, saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 yang tidak dapat diprediksi kapan bisa diatasi.

Oleh karena itu, menurut Djarot, sebaiknya energi pemerintah digunakan memperkuat penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com