JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai, munculnya manuver politik untuk mengganti kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat diakibatkan oleh dua kegagalan putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Kegagalan pertama, sebut Qodari, yaitu saat AHY mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta saat Pilkada DKI 2017 lalu.
Kedua, saat AHY tak terpilih menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2019 lalu.
"Nah AHY yang terjadi justru dua kali gagal. Yang pertama gagal di arena pertarungan, yang kedua, gagal masuk arena. Sebagian kader itu meragukan, bahwa AHY bisa mendongkrak suara Partai Demokrat," ujar Qodari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/3/2021).
Baca juga: Soal Isu Kudeta, DPD Demokrat Bali: Partai Ini Seksi Jadi Kendaraan Politik
Menurut Qodari, ada ketidakpercayaan kader terhadap AHY, yang dikhawatirkan justru akan membawa perolehan suara Demokrat melorot pada pemilu 2024 mendatang. Sehingga, para kader tersebut hendak mencalonkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang baru.
Oleh karena itu, ia menyarankan, agar Partai Demokrat foksu melakukan penguatan organisasi. Ia menyebut Partai Demokrat tidak perlu mencari sosok pemimpin yang superstar seperti SBY atau AHY.
"Tapi butuh seseorang (pemimpin) yang lebih berkonsentrasi pada penguatan-penguatan institusi. Sehingga nanti partainya lebih awet, lebih permanen. Karena popular individu itu lebuh cepat naik dan turun," tururnya.
Diketahui upaya kudeta yang terjadi di tubuh Partai Demokrat menyeret sejumlah nama sebagai aktor dibaliknya.
Baca juga: Pasang Surut Hubungan Moeldoko dan SBY, Pernah Mesra hingga Berujung Tudingan Kudeta Partai Demokrat
Nama-nama tersebut antara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, anggota Komisi V DPR Jhoni Allen, mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dan Mantan Wakil Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat, Darmizal.
Saat ini Partai Demokrat sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi atas keterlibatan KSP Moeldoko sebagai pihak Istana.
Namun demikian, hingga berita ini diturunkan Presiden Jokowi belum menanggapi permasalahan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.