KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kedutaan China
Fasli Jalal
Rektor Universitas YARSI

Mantan Dirjen Dikti dan Wakil Menteri Diknas, sekarang Rektor Universitas YARSI

Peran Bahasa Mandarin Menjembatani Hubungan China-Indonesia

Kompas.com - 02/02/2021, 14:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBEKUAN hubungan diplomatik Indonesia dengan Republik Rakyat China (RRC) pada awal Orde Baru diikuti kebijakan pelarangan pembelajaran bahasa Mandarin di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.

Bahasa Mandarin tidak boleh diajarkan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal dan tidak boleh digunakan di tempat umum. Buku-buku berbahasa Mandarin juga tidak diizinkan beredar di Indonesia.

Secara bertahap, kemampuan berbahasa Mandarin masyarakat Indonesia menurun, termasuk di kalangan komunitas keturunan Tionghoa di Indonesia. Kebermanfaatan untuk berbahasa Mandarin mengecil. Anak muda pun tidak lagi melihat bahwa belajar bahasa Mandarin berguna. Hal ini berjalan lebih dari 25 tahun.

Pada akhir masa Orde Baru, hubungan dagang kedua negara mulai dibuka. Dengan cepat, hubungan ekonomi Indonesia-China meningkat pesat karena peningkatan volume perdagangan berbagai komoditas dan hasil manufaktur kedua negara.

Pada akhir November 2020, volume dagang Indonesia dengan China mencapai 63,4 miliar dollar AS. Angka ini jauh meningkat dibandingkan pada 1990 yang sebesar 1,28 miliar dollar AS.

Baca juga: Membaca 70 Tahun Hubungan Indonesia-China, Pilar Stabilitas Kawasan

Peningkatan volume dagang tersebut menempatkan China sebagai mitra dagang utama bagi Indonesia. Namun, masih terdapat halangan dalam mempererat hubungan dagang Indonesia-China, yakni penguasaan bahasa Mandarin.

Pada 2001, penulis menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Kementerian Pendidikan Nasional. Salah satu portofolio yang diemban saat itu adalah mengembangkan kursus-kursus keterampilan, salah satunya bahasa Mandarin yang banyak diminati, karena bersempadan dengan pembukaan hubungan dagang antara Indonesia dan China.

Waktu itu, jumlah kursus bahasa Mandarin masih sedikit. Proses pembelajarannya pun belum mengacu pada standardisasi kompetensi bahasa Mandarin secara internasional, yakni Hanyu Shuipoing Kaoshi (HSK). Tes HSK dikelola oleh Hanban, badan resmi negara China yang bertanggung jawab untuk pengenalan bahasa Mandarin ke seluruh dunia.

Jumlah kursus bahasa Mandarin pun berkembang pesat. Dari empat kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, pada 2000, menyebar ke 20 provinsi di Indonesia pada 2019.

Dengan dukungan dari Menteri Pendidikan Nasional pada waktu itu, alm Prof Malik Fadjar, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memfasilitasi peningkatan jumlah kursus bahasa Mandarin ke berbagai provinsi. Untuk hal tersebut, Depdiknas juga bekerja sama dengan Badan Koordinasi Pendidikan Bahasa Mandarin (BKPBM) yang digawangi oleh komunitas masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Organisasi yang diketuai oleh Arifin Zain tersebut menjadi jembatan kolaborasi pendidikan Indonesia dan China. Untuk peningkatan mutu pembelajaran, pemerintah China membantu standardisasi kurikulum, peningkatan kemampuan instruktur, dan penyediaan bahan ajar. Upaya ini berhasil meningkatkan peserta tes HSK, dari 1.200 pada 2001 menjadi 17.784 pada 2019.

Baca juga: Mengupas Kerja Sama Investasi China di Indonesia

Pada 1990, hanya Universitas Indonesia sebagai institusi pendidikan tinggi yang mengadakan pengajaran dan penelitian bahasa Mandarin. Pada awal 2003, mulai ada diskusi intensif untuk memasukkan bahasa Mandarin sebagai salah satu pelajaran pilihan di sekolah-sekolah negeri.

Baru pada Juni 2004, Depdiknas meresmikan rencana tersebut. Meski begitu, pengajaran bahasa Mandarin di sekolah-sekolah negeri terhambat oleh tenaga pengajar yang masih sedikit.

Untuk itu, pemerintah Indonesia mengirim tenaga pengajar ke China untuk mengikuti pelatihan pengajaran bahasa Mandarin. Pada 2003, Indonesia mengirim 51 guru Indonesia belajar selama sebulan ke Fouzhou dengan biaya ditanggung bersama.

Kerja sama pendidikan berlanjut dengan mendatangkan 20 instruktur (guru volunter) bahasa Mandarin dari China pada 2004. Mereka mengajar selama satu tahun di sekolah-sekolah mitra.

Setelah penulis menjadi Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada 2005, dengan arahan Menteri Pendidikan Nasional Prof Bambang Sudibyo, jumlah instruktur dari China ditingkatkan menjadi dua kali lipat dan mencapai puncak pada 2014 dengan 100 instruktur.

Biaya hidup dan gaji para instruktur tersebut ditanggung oleh pemerintah China. Mereka ditempatkan di SMA-SMA negeri dan swasta serta di pesantren yang membutuhkan.

Hingga saat ini, pemerintah China telah mengirim 1.020 instruktur pendidikan bahasa Mandarin. Mereka telah memberi pelajaran kepada 1,6 juta siswa di 20 provinsi. Bantuan tenaga pengajar asli tersebut didukung dengan bantuan buku teks, kolaborasi dari Depdiknas, BKPBM, dan Hanban.

Menciptakan guru bahasa Mandarin

Seiring dengan perkembangan pesat kebutuhan belajar bahasa Mandarin, kebutuhan pendidikan calon guru pun semakin meningkat. Namun, hingga 2005, belum ada perguruan tinggi (PT) di Indonesia yang memiliki Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Bahasa Mandarin.

Masalah utama saat itu adalah untuk membuka prodi tersebut, universitas harus memiliki minimal enam dosen dengan kualifikasi S2 Pendidikan Bahasa Mandarin. Ini berarti, selama kampus belum menyediakan prodi Pendidikan Bahasa Mandarin, tenaga pendidik pun belum bisa dicetak.

Pasalnya, untuk menjadi guru bahasa Mandarin, seseorang harus mengantongi ijazah S1 prodi Pendidikan Bahasa Mandarin. Lalu, untuk bisa mengajar di prodi Pendidikan Bahasa Mandarin, seseorang juga harus memiliki ijazah S2. Kedua ekosistem ini, baik prodi S1 maupun S2 Pendidikan Bahasa Mandarin, belum ada di Indonesia.

Baca juga: Saling Belajar dan Mendukung, Kunci Hubungan Indonesia-China

Saat menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi pada 2007, penulis melihat kesempatan untuk mengurai masalah pendidikan guru bahasa Mandarin.

Di berbagai negara yang membutuhkan dan dianggap layak oleh Hanban, pemerintah China membantu pembangunan Pusat Bahasa Mandarin (PBM). Oleh China, lembaga itu disebut sebagai Confucius Institute. Fungsinya adalah melaksanakan pembelajaran bahasa Mandarin, melatih guru atau calon guru, melaksanakan tes HSK, dan menjadi pusat informasi bahasa dan budaya China.

Kemudian, penulis mengadakan pendekatan kepada Dirjen Hanban, yaitu Ibu Xu Lin. Hanban pun mendukung pengembangan PBM di sejumlah PT di Indonesia.

Kesempatan untuk membuka prodi S1, baik untuk Sastra dan Bahasa Mandarin maupun prodi Pendidikan Guru Bahasa Mandarin ditawarkan kepada universitas. Bila terpilih, universitas di Indonesia akan dimitrakan dengan satu PT yang mendidik calon guru dari China.

Tugas universitas mitra adalah memperbantukan dosen-dosen yang diperlukan, membangun kurikulum bersama PT di Indonesia, menyeleksi dan menyiapkan calon dosen dari universitas di Indonesia, memberikan beasiswa bagi minimal 6 orang dosen PT Indonesia untuk belajar S2 di PT mitra China, serta mulai membantu pelaksanaan kuliah S1 di PT Indonesia.

Harapannya, sesudah 3-4 tahun, semua dosen dengan kualifikasi akademik minimal S2 sebanyak 6 orang pada setiap PT sudah terpenuhi. Keseluruhan pembelajaran prodi Sastra dan Bahasa Mandarin maupun prodi Pendidikan Guru Bahasa Mandarin sudah bisa dilaksanakan secara penuh oleh PT Indonesia.

Melalui skema kerja sama seperti di atas, pemerintah China membantu pengembangan PBM di Universitas Hasanuddin bermitra dengan Nanchang University, Universitas Kristen Maranatha bermitra dengan Hebei Normal University, Universitas Al-Azhar Indonesia bermitra dengan Fujian Normal University.

Kemudian, Universitas Tanjungpura bermitra dengan Guangxi Universities for Nationalities, Universitas Negeri Surabaya bermitra dengan Huazhong University, dan Universitas Negeri Malang bermitra dengan Guangxi Normal University.

Terakhir, pada 2019, PBM didirikan di Universitas Sebelas Maret dan di Universitas Udayana. Setiap tahun, tidak kurang dari 20.000 mahasiswa belajar di berbagai di PBM di Indonesia.

Kesempatan

Hubungan diplomatik Indonesia dan China telah berjalan 70 tahun. Indonesia adalah negara di kawasan Asia Tenggara yang pertama kali mengakui eksistensi China. Eratnya hubungan kedua bangsa berlanjut beberapa dekade di bawah pimpinan Soekarno hingga dimulainya masa Orde Baru.

Hubungan tersebut kemudian renggang di awal masa Orde Baru. Baru pada akhir Orde Baru, kedua negara memperbaiki hubungan diplomatis.

Perbaikan hubungan kedua negara berjalan karena adanya kemauan memahami perbedaan, termasuk dalam bahasa dan budaya. Perbaikan hubungan ekonomi dan diplomasi tidak serta-merta terjadi begitu saja, tetapi membutuhkan waktu yang panjang.

Ada pembelajaran besar di sini, yaitu semangat untuk selalu siap melihat dan mengambil kesempatan dan siap untuk belajar dari masa lalu. Bukankah salah satu wujud kemerdekaan belajar adalah memanfaatkan kesempatan yang terbuka karena globalisasi? Kini, kesempatan telah terbuka lebar, terpulang kepada kita untuk memanfaatkannya.


Terkini Lainnya

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com