JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana revisi Undang-undang Pemilu No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tengah bergulir menjadi perbincangan hangat khususnya di tingkat elite politik.
Pasalnya, revisi tersebut juga akan memengaruhi nasib para kepala daerah, khususnya yang berstatus sebagai calon presiden potensial di Pilpres 2024.
Sejumlah partai telah menyatakan sikapnya terkait wacana tersebut. Salah satunya adalah Partai Gerindra yang tak mendukung revisi Undang-undang Pemilu yang juga akan mengubah ketentuan pelaksanaan pilkada serentak pada 2024 sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Gerindra berketatapan agar tak perlu ada revisi sehingga Pilkada 2022 dan 2023 tak perlu diadakan dan hanya diadakan Pilkada Serentak 2024 sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pilkada.
Sikap Gerindra tersebut dinilai tak sejalan dengan peluang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang selama ini telah didukung. Pasalnya dengan ditiadakannya Pilkada 2022 dan 2023 akan memperkecil modal politik Anies sebagai calon presiden potensial di Pilpres 2024.
Dengan ditiadakannya Pilkada 2022 dan 2023 maka Anies tak bisa mencalonkan diri sebagai petahana. Padahal peluang Anies sebagai petahana di Pilkada 2020 cukup besar dan bila menang ia bakal memiliki modal politik yang kuat di Pilpres 2024.
Hal itu diperparah dengan pernyataan Ketua DPC Gerindra Jakarta Timur Ali Lubis yang meminta Anies mundur karena tak mampu menangani pandemi Covid-19 di ibu kota.
Artikel tentang analisis hubungan Anies dan Gerindra ini menjadi menarik minat pembaca Kompas.com dan menjadikannya sebagai berita terpopuler di desk nasional Kompas.com.
Selain itu informasi mengenai perseteruan antara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko juga mewarnai pemberitaan di desk nasional Kompas.com.
Moeldoko membalas tudingan yang menyatakan ia terlibat dalam upaya mengkudeta kepemimpinan AHY di Demokrat. Artikel tersebut juga masuk ke dalam deretan berita populer di desk nasional Kompas.com.
Berikut paparannya:
1. Sinyal pecah kongsi Anies-Gerindra
Apa yang melatarbelakangi judul kali ini mungkin bisa jadi bagian dari pro dan kontra. Tapi tanda-tandanya semakin jelas.
Apalagi jika dikaitkan dengan proyeksi ke depan. Bukan tak mungkin akan ada kutub baru yang akan terbentuk pada 2022 yang mencairkan suasana politik di Indonesia.
Apa itu? Program Aiman di Kompas TV yang tayang senin (1/2/2021) pukul 20.00 sengaja mengangkat topik ini sebagai permulaan dari perubahan kutub politik yang terus bergerak menuju Pilpres 2024.