JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Aditya Perdana meminta partai-partai di parlemen tidak terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek saat membahas revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Aditya mengatakan, tidak semestinya revisi UU Pemilu hanya demi kontestasi Pilpres 2024 dengan mengubah-ubah nasib pemilihan kepala daerah.
"DPR jangan terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek demi kontestasi persiapan Pilpres 2024, yaitu memperbincangkan nasib Pilkada 2022," kata Aditya saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Mengurai Polemik Pilkada Serentak, Perbedaan UU Pilkada dan Draf RUU Pemilu
Ia berpendapat, pembahasan revisi UU Pemilu harus ditempatkan pada konteks menciptakan suatu sistem pemilihan umum yang stabil dan matang untuk beberapa puluh tahun mendatang.
Karena itu, Aditya menyayangkan perdebatan yang terjadi terkait revisi UU Pemilu ini hanya sekadar tentang jegal-jegalan calon presiden potensial tertentu.
"Pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada harus ditempatkan urgensinya dalam desain sistem yang jauh lebih matang untuk tidak digonta-ganti setiap menjelang pemilu," tuturnya.
Aditya juga memandang wacana revisi UU Pemilu yang bergulir di DPR ini terasa ganjil karena yang menetapkan keserentakan Pemilu 2024 tak lain yaitu DPR sendiri.
Baca juga: PKS Setuju Revisi UU Pemilu Atur Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023
Namun, kini DPR justru ingin mengubah jadwal pilkada seperti semula ke 2022 dan 2023. Menurutnya, DPR semestinya konsisten dengan peraturan yang dibuat sendiri.
"Ketika bicara pemilu serentak, termasuk pilkada di 2024, itu kan harus dijalankan. Mereka sendiri yang menyepakati dan itu belum dijalankan," kata Aditya.
"Ini kan mempertaruhkan wisdom para politisi, bahkan negara, bahwa ini tidak mudah untuk diganti begitu saja," tambahnya.
Ia mengatakan, persiapan menuju Pilpres 2024 merupakan porsi tim pemenangan di masing-masing partai.
Baca juga: Perludem Minta DPR Tak Hanya Fokus pada Satu Isu dalam RUU Pemilu
Menurut Aditya, persiapan itu bukan dengan cara mengganti aturan waktu pelaksanaan pilkada. Partai-partai politik harus mempersiapkan para calonnya tanpa melihat konteks pilkada.
"Karena itu, calon yang dipersiapkan seharusnya tidak perlu pusing akan situasi pilkada," tegasnya.
"Konteks ini harus dipahami dalam persiapan Pilpres 2024 yang bisa dilakukan siapa pun dan tidak perlu saling menghalangi siapapun yang ingin bertarung," imbuh Aditya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.