JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa gempa bumi tektonik yang mengguncang wilayah Majene, Sulawesi Barat, merupakan jenis gempa kerak dangkal atau shallow crustal earthquake yang diakibatkan adanya aktivitas sesar aktif.
Adapun hasil analisis BMKG tersebut didapatkan dengan memperhatikan lokasi pusat gempa atau episenter dan kedalaman hiposenternya, baik gempa signifikan pertama maupun yang kedua.
“Baik gempa signifikan pertama dan kedua yang terjadi merupakan jenis gempa kerak dangkal,” jelas BMKG dalam keterangan resmi, Jumat (15/1/2021).
Seperti diketahui, gempa bumi yang pertama sebagai pembuka atau foreshock dilaporkan terjadi pada Kamis (14/1/2021) pukul 13.35 dini dengan magnitudo 5,9 pada episenter 2,99 LS dan 118,89 BT atau di darat pada jarak 4 kilometer arah barat laut Majene, kedalaman 10 km.
Kemudian, gempa yang kedua atau mainshock terjadi pada Jumat pukul 01.28 WIB dini hari dengan magnitudo 6,2 pada episenter 2,98 LS dan 118,94 BT atau di darat pada jarak 6 kilometer arah timur laut Majene, kedalaman 10 kilometer.
Adapun dugaan sementara BMKG, gempa bumi yang tercatat menewaskan sebanyak 42 jiwa tersebut dipicu oleh adanya sesar naik Mamuju atau Mamuju Thurst.
“Diduga kuat pemicu gempa ini adalah sesar naik Mamuju,” jelas BMKG.
Hal itu dibuktikan dari hasil analisis mekanisme sumber yang menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan naik atau thurst fault.
BMKG juga mengatakan bahwa mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok yang terjadi pada 2018, yang mana bidang sesar membentuk kemiringan bidang sesar ke daratan.
Lebih lanjut, mengenai sesar naik Mamuju, BMKG mengatakan bahwa hal itu memiliki magnitudo dengan target mencapai 7,0 dengan laju geser sesar adalah 2 milimeter (mm) per tahun, sehingga sesar aktif ini harus diwaspadai karena mampu memicu gempa kuat.
Berdasarkan catatan yang dihimpun BMKG, pusat gempa atau episenter gempa bumi Majene sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu gelombang tsunami pada 23 Februari 1969, yang pada saat itu berkekuatan magnitudo 6,9 dan pusat gempa bumi adalah pada kedalaman 13 kilometer.
Gempa bumi yang terjadi pada saat itu telah menyebabkan sedikitnya 64 orang meninggal dunia, 97 orang luka-luka, dan 1.287 rumah serta rumah ibadah mengalami kerusakan.
Selain itu, dermaga pelabuhan pecah dan timbul gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter di Pellatorang dan 1,5 meter di Parasanga dan Palili.
Baca juga: Gempa Majene, Berikut Deretan Bangunan Vital yang Alami Kerusakan
Selanjutnya, sejarah juga mencatat rentetan peristiwa gempa bumi yang mengguncang sekitar wilayah Majene, yakni gempa bumi Polewali Mandar pada 11 April 1967 yang tercatat menimbulkan tsunami dan menyebabkan 13 warga meninggal dunia.
Kemudian, gempa bumi juga tercatat pernah terjadi pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 di Majene yang menyebabkan 64 orang meninggal dunia, 97 orang luka, 1.287 rumah rusak di empat desa.