JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Danu Pratama melaporkan catatan Kontras yang terjadi selama 2020 dalam rangka hari Hak Asasi Manusia (HAM), Kamis (10/12/2020).
Salah satu yang disoroti adalah masih adanya fenomena serangan siber terhadap individu yang terjadi di Indonesia sepanjang 2020.
"Fenomena serangan siber mungkin bukan hal yang baru ada di tahun ini, tapi saya kira ada lonjakan yang terjadi. Kalau kita lihat berdasarkan isu yang paling rentan adanya serangan siber dalam bentuk doxing, atau peretasan, ataupun dalam beberapa kasus juga diikuti dengan kriminalisasi," kata Danu dalam acara yang digelar secara virtual bersama media, Kamis (10/12/2020).
Baca juga: Tips Mencegah Serangan Siber Saat Kerja dari Rumah
Ia menyebut, sebanyak 17 kasus yang diterima Kontras berkaitan dengan serangan siber. Adapun kasus-kasus tersebut terbagi dalam beberapa isu di antaranya isu Papua, Covid-19, dan korupsi.
Danu mengatakan, sama seperti serangan offline, serangan siber juga tidak mendapatkan akuntabilitas yang jelas.
"Bedanya adalah, kalau di lapangan kita tahu secara jelas pelakunya siapa. Misalkan pelakunya aparat kepolisian, tapi di serangan siber ini belum ada yang bisa memastikan pelakunya siapa," jelas dia.
Berdasarkan laporan Kontras, dari 17 kasus tersebut terbagi dengan tiga kasus berkaitan dengan isu Papua, tiga kasus berkaitan Covid-19, dua kasus berkaitan dengan korupsi, dan 9 kasus lainnya.
Namun, Danu tidak menjelaskan lebih detail terkait contoh-contoh kasus yang dimaksud sebagai fenomena serangan siber.
Kemudian, ia menerangkan alasan mengapa fenomena serangan siber dimasukkan dalam bentuk-bentuk pelanggaran HAM.
"Karena hak untuk berekspresi itu salah satu hak yang mana negara bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan. Dan ketika ada serangan siber, dan tidak diketahui siapa pelakunya dan tidak dihukum berdasarkan hukum yang berlaku. Maka, negara telah gagal melindungi hak atas kebebasan berekspresi masyarakat dengan melakukan pembiaran," ucap dia.
Dengan demikian, ia menilai bahwa Negara tetap memiliki pertanggungjawaban terhadap fenomena serangan siber yang masih terjadi di 2020.
Baca juga: Ketua KPU Ungkap Beda Serangan Siber di Pemilu Dulu dan Kini
Adapun tanggung jawab tersebut, kata dia, dapat dilakukan dengan mengusut tuntas permasalahan fenomena serangan siber mulai dari menemukan siapa pelakunya dan melakukan proses hukum.
Di sisi lain, Kontras juga masih menemukan fenomena pelanggaran Hak Asasi Manusia melalui perampasan hak kebebasan berekspresi secara offline.
Catatan Kontras, terdapat setidaknya dua kasus yang paling rentan mendapat serangan sepanjang 2020 yaitu perampasan kebebasan berekspresi berkaitan dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dengan 87 peristiwa, dan kaitan dengan Covid-19 67 peristiwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.