Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai Negara Gagal karena Biarkan Serangan Siber terhadap Warga

Kompas.com - 10/12/2020, 14:27 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Danu Pratama melaporkan catatan Kontras yang terjadi selama 2020 dalam rangka hari Hak Asasi Manusia (HAM), Kamis (10/12/2020).

Salah satu yang disoroti adalah masih adanya fenomena serangan siber terhadap individu yang terjadi di Indonesia sepanjang 2020.

"Fenomena serangan siber mungkin bukan hal yang baru ada di tahun ini, tapi saya kira ada lonjakan yang terjadi. Kalau kita lihat berdasarkan isu yang paling rentan adanya serangan siber dalam bentuk doxing, atau peretasan, ataupun dalam beberapa kasus juga diikuti dengan kriminalisasi," kata Danu dalam acara yang digelar secara virtual bersama media, Kamis (10/12/2020).

Baca juga: Tips Mencegah Serangan Siber Saat Kerja dari Rumah

Ia menyebut, sebanyak 17 kasus yang diterima Kontras berkaitan dengan serangan siber. Adapun kasus-kasus tersebut terbagi dalam beberapa isu di antaranya isu Papua, Covid-19, dan korupsi.

Danu mengatakan, sama seperti serangan offline, serangan siber juga tidak mendapatkan akuntabilitas yang jelas.

"Bedanya adalah, kalau di lapangan kita tahu secara jelas pelakunya siapa. Misalkan pelakunya aparat kepolisian, tapi di serangan siber ini belum ada yang bisa memastikan pelakunya siapa," jelas dia.

Berdasarkan laporan Kontras, dari 17 kasus tersebut terbagi dengan tiga kasus berkaitan dengan isu Papua, tiga kasus berkaitan Covid-19, dua kasus berkaitan dengan korupsi, dan 9 kasus lainnya.

Namun, Danu tidak menjelaskan lebih detail terkait contoh-contoh kasus yang dimaksud sebagai fenomena serangan siber.

Kemudian, ia menerangkan alasan mengapa fenomena serangan siber dimasukkan dalam bentuk-bentuk pelanggaran HAM.

"Karena hak untuk berekspresi itu salah satu hak yang mana negara bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan. Dan ketika ada serangan siber, dan tidak diketahui siapa pelakunya dan tidak dihukum berdasarkan hukum yang berlaku. Maka, negara telah gagal melindungi hak atas kebebasan berekspresi masyarakat dengan melakukan pembiaran," ucap dia.

Dengan demikian, ia menilai bahwa Negara tetap memiliki pertanggungjawaban terhadap fenomena serangan siber yang masih terjadi di 2020.

Baca juga: Ketua KPU Ungkap Beda Serangan Siber di Pemilu Dulu dan Kini

Adapun tanggung jawab tersebut, kata dia, dapat dilakukan dengan mengusut tuntas permasalahan fenomena serangan siber mulai dari menemukan siapa pelakunya dan melakukan proses hukum.

Di sisi lain, Kontras juga masih menemukan fenomena pelanggaran Hak Asasi Manusia melalui perampasan hak kebebasan berekspresi secara offline.

Catatan Kontras, terdapat setidaknya dua kasus yang paling rentan mendapat serangan sepanjang 2020 yaitu perampasan kebebasan berekspresi berkaitan dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dengan 87 peristiwa, dan kaitan dengan Covid-19 67 peristiwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com