Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Kemungkinan Menjerat Mensos Juliari dengan Hukuman Mati

Kompas.com - 08/12/2020, 06:38 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan pasal penyuapan terhadap Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek dipertanyakan.

Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal ini digunakan karena Juliari diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sebesar Rp 17 miliar.

Baca juga: Mahfud Sebut Mensos Juliari Batubara Bisa Dijerat Pasal Hukuman Mati

Uang tersebut diberikan oleh perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos Covid-19.

Akan tetapi, tak sedikit pihak yang menilai penerapan pasal ini terlalu ringan.

"Kalau sekarang menggunakan pasal suap, terlalu ringan itu hukumannya dan itu biasa, coba masukan di unsur Pasal 2," ujar Pakar Hukum Pidana, Asep Iwan Iriawan dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin (7/9/2020).

Adapun Pasal 2 yang dimaksud Asep yakni penerapan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam Pasal 2 Ayat (1) disebutkan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1 miliar."

Sementara itu, Pasal 2 Ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Menurut Asep, KPK semestinya menjerat Juliari dengan Pasal 2 karena praktik korupsi yang dilakukannya telah membuat masyarakat terbelenggu rasa depresi.

"Pasal itu lahir justru untuk menjerat ketika keadaan kondisi tertentu ketika ada suap, jangan gunakan pasal suap, tapi gunakan Pasal 2," kata Asep.

Baca juga: Mensos Juliari Tersangka Kasus Suap Bansos, Wakil Ketua Komisi VIII Kaget dan Prihatin

Di lain pihak, setelah penerapan pasal penyuapan memantik diskursus publik, Ketua KPK Firli Bahuri memberikan sebuah isyarat bahwa pihaknya akan mendalami penggunaan Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 terhadap Juliari.

"Kami sangat mengikuti apa yang menjadi diskusi di media terkait dengan pasal-pasal, khususnya Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 1999 tentang Tipikor. Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan, terkait dengan pengadaan barang dan jasa," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (6/12/2020).

Penetapan Juliari sebagai tersangka merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang dilakukan pada Sabtu (5/12/2020) dini hari.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan enam orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com