Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relokasi UMKM Pulau Komodo Dikhawatirkan Berdampak Buruk terhadap Perekonomian Masyarakat

Kompas.com - 25/11/2020, 14:24 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang warga Pulau Komodo, Akbar Al Ayyub mengkhawatirkan rencana relokasi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Loh Liang Pulau Komodo ke Loh Buaya Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pasalnya, rencana itu dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap perekonomian masyarakat.

"Kami mendengar beberapa pernyataan pejabat publik yang hendak merelokasi UMKM ini ke Pulau Rinca. Pemerintah harus melibatkan masyarakat di dalam menentukan kebijakan, di mana kebijakan ini akan berimbas langsung kepada ekonomi kerakyatan," ujar Akbar dalam konferensi pers virtual, Rabu (25/11/2020).

Akbar mengatakan, masyarakat Loh Liang selama ini banyak yang menggantungkan hidupnya dari sektor UMKM.

Dengan adanya rencana pemindahan UMKM, maka hal itu dikhawatirkan akan membuat pendapatan masyarakat setempat turun drastis.

Apalagi, rencana pemindahan ke Pulau Rinca yang saat ini tengah dirancang menjadi area destinasi masif juga dianggap tidak realistis.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Pengembangan Pulau Komodo Timbulkan Kecemasan Lain Warga Lokal

Sebab, pemindahan itu otomatis akan memaksa warga Loh Liang berjualan di Pulau Rinca. Sementara, jarak tempuh Pulau Komodo ke Pulau Rinca sangat jauh, yakni sekitar delapan jam pulang-pergi.

"Dengan jarak tempuh dari Pulau Komdoo ke Rinca itu kurang lebih delapan jam, pulang-pergi. Sehingga masyarakat Pulau Komodo dipaksakan berjualan di seberang pulau yang jauh dari pemukimannya," terang dia.

Dengan kondisi ini, pihaknya mendesak pemerintah supaya mengkaji ulang rencana pemindahan tersebut, termasuk mengaji ulang mega proyek Geopark.

"Kami berharap (pemerintah) membuka forum besar melibatkan masyarakat bagaimana proses ke depannya bahwa taman nasional adalah sebuah branding dengan basis landskap alam yang natural," imbuh Akbar.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengatakan pembangunan pariwisata besar-besaran di Pulau Komodo bisa berdampak secara sosial, ekonomi, dan politik.

Bahkan, tak menutup kemungkinan akan ada dampak yang lebih luas, yakni hilangnya tradisi dan budaya masyarakat setempat yang selama ini mempunyai interaksi dengan komodo itu sendiri.

"(Pembangunan) itu akan menghilangkan nilai-nilai kebudayaan yang berkembang di kalangan masyarakat komunitas komodo, termasuk dengan ekosistem bersama spesies komodo itu sendiri," kata Dewi.

Baca juga: Dirut BOPLBF: Tak Ada Rencana Pemindahan Desa, Warga Komodo Tetap di Pulau Komodo

Dewi menambahkan, masyarakat Pulau Komodo pada dasarnya mempunyai ikatan yang kuat dengan komodo. Karena itu, hubungan masyarakat dengan komodo tak bisa dipisahan satu sama lain.

Diketahui, Pulau Komodo dan Pulau Rinca sendiri sudah ditetapkan sebagai taman nasional sejak 1980 untuk melindungi satwa Komodo atau Varanus komodoensis, hewan endemik purba yang hanya bisa ditemukan di NTT.

Namun, proyek di Taman Nasional Komodo tersebut kini telah dimasukkan dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, NTT.

Hingga sekarang, proyek yang dijuluki Jurassic Park ini masih terus menuai polemik dan protes dari berbagai pihak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com