Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wanti-wanti soal Larangan Politik Uang, Bawaslu: Akar Persoalan Korupsi

Kompas.com - 24/11/2020, 16:13 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mewanti-wanti pasangan calon kepala daerah untuk menghindari politik uang di Pilkada 2020.

Ia menyebut, politik uang merupakan akar dari korupsi.

"Saya kira ini yang harus dihindari oleh pasangan calon. Karena apa, bahwa politik uang atau politik transaksional ini menurut kami menjadi akar persoalan korupsi," kata Abhan dalam diskusi daring yang ditayangkan YouTube Kanal KPK, Selasa (24/11/2020).

"Maka, di dalam tahapan Pilkada saya kira kita semua berharap harus no politik uang, harus tolak politik uang," tuturnya.

Baca juga: Beredar Video Viral Dugaan Politik Uang Calon Bupati Bantul, Bawaslu Masih Telusuri

Menurut Abhan, politik uang merupakan pelecehan terhadap kecerdasan pemilih. Politik uang juga merusak tatanan demokrasi dan meruntuhkan harkat dan martabat kemanusiaan.

Tindakan ini bisa mematikan kaderisasi politik karena menghasilkan pemimpin yang tak berkualitas.

Selain itu, politik uang juga dinilai merusak proses demokrasi, tindakan pembodohan rakyat, hingga menjadi penyebab dari korupsi.

"Politik transaksional atau biaya politik mahal, untuk mengatasi tingginya biaya politik calon ditalangi oleh para cukong, kemudian korupsi anggaran pembangunan dirampok untuk mengembalikan hutang ke para cukong," ujar Abhan.

Baca juga: Bawaslu: Politik Uang Lecehkan Kecerdasan Pemilih

Larangan mengenai politik uang, kata Abhan, telah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal 73 Ayat (1) misalnya, menyebutkan bahwa calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

Pasangan calon kepala daerah yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenai sanksi, mulai dari administratif hingga pidana.

Abhan mengatakan, dalam situasi pandemi sekarang ini, telah terjadi potensi pelanggaran yang berkaitan dengan kegiatan paslon memberikan materi dalam rangka mempengaruhi pilihan pemilih.

Baca juga: Suaraku Tak Bisa Dibeli, Film Pendek Buatan Pedagang yang Menolak Politik Uang

Ia mengungkap, terdapat politisasi bantuan sosial Covid-19 oleh kepala daerah. Politisasi itu dilakukan dengan cara menempel bansos menggunakan foto kepala daerah atau simbol-simbol partai politik.

"Pemberian bansos yang berasal dari anggaran negara diberikan atas nama kepala daerah atau politik tertentu, penyalahgunaan atau korupsi anggaran penanganan Covid-19," ungkap Abhan.

Abhan meminta hal ini tak terulang kembali di sisa masa kampanye yang kurang dari 14 hari lagi, termasuk di masa tenang atau jelang hari pencoblosan 9 Desember 2020.

"Saya kira ini harus menjadi komitmen bersama untuk pasangan calon yang akan berkompetisi di Pilkada 2020 ini," kata dia.

Baca juga: Bawaslu: Jambi Masuk 10 Besar Indeks Kerawanan Pemilu, Rawan Politik Uang Saat Pilkada

Untuk diketahui, Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, dimulai sejak 26 September dan berakhir 5 Desember 2020.

Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com