TERSANGKA kasus pemberian red notice kepada buron Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, berjanji untuk buka-bukaan mengenai kasusnya.
Saya pun berupaya menembus akses menemui mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu di ruang tahanan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menagih janjinya.
Tentu tidak mudah. Syukurlah, saya berhasil menemuinya. Ia pernah sesumbar ingin mengungkap keganjilan di balik kasusnya.
Saksikan tayangan lengkap wawancara eksklusif saya dengan Irjen Napoleon dalam program AIMAN di Kompas TV yang akan tayang Senin, 23 November 2020 pukul 20.00.
Saya menghormati instruksi Kapolri tahun 2016 yang tidak mengizinkan wartawan mewawancarai tahanan di ruang tahanan. Instruksi tersebut dikeluarkan Kapolri saat itu Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Instruksi ini dikuatkan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Namun, dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik ini saya berpegang pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang memberi perlindungan bagi wartawan. Undang-undang tersebut menyatakan tentang kemerdekaan pers untuk mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi dengan tetap menghormati norma agama, susila, dan asas praduga tak bersalah.
Saya menemuinya di dua hari yang berbeda. Hari pertama saya melihat ruang tahanan. Hari selanjutnya, saya melakukan wawancara panjang di ruang berbeda tapi masih dalam kompleks yang sama.
Baju seragam kebesaran PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dengan bintang 2 di bagian kerah baju tergantung di ruang tahanan itu. Saya melihat pula dua buah sepatu lars yang tersimpan rapi di dalam rak di ruang tahanan yang berukuran sekitar 3 kali 5 meter itu dengan ventilasi ruangan lorong yang berada di lantai bawah tanah.
"Tak pernah terpikir, seorang Jenderal dengan dua bintang harus ditahan di tempat mana ia justru menjebloskan tahanan lain atas berbagai kasus?" tanya saya.
“Iya,” Irjen Napoleon menjawab lirih dengan sedikit senyum.
"Sejak saya masuk Akademi (Kepolisian),” ia melanjutkan, “selalu ada istilah polisi berdiri di atas dua kaki. Satu di atas kuburan, satu di atas Penjara."
Saya membuka wawancara panjang eksklusif ini dengan pertanyaan:
"Jenderal Napoleon menerima uang Rp 6 miliar (dari Tommy Sumardi)?"
"Itu tuduhan rekayasa yang dibuat oleh Tommy Sumardi. Tugas dialah yang harus membuktikan apa itu benar. Mari kita lihat di pengadilan, apa buktinya. Kita nanti bisa lihat keganjilan - keganjilan yang dia buat, termasuk fakta - fakta yang akan terungkap.
Apa keganjilan itu?