JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengkritik vonis 14 bulan penjara terhadap I Gede Ari Astina alias Jerinx dalam kasus "IDI Kacung WHO".
Erasmus menilai majelis hakim menyamakan profesi dokter dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam memutus perkara tersebut.
"Putusan Hakim ini jelas berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia. Dengan kondisi ini, setiap lembaga profesi bisa melaporkan adanya penyebaran kebencian untuk mewakili profesi tertentu. Lebih berbahaya, hakim dalam kasus ini menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras," ujar Erasmus dalam keterangan tertulis, Kamis (19/11/2020).
Baca juga: Perjalanan Kasus Jerinx: Unggahan Instagram yang Berujung Vonis 1 Tahun 2 Bulan Penjara
Pasalnya, drummer grup band Superman Is Dead (SID) itu divonis bersalah berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal 28 ayat (2) mengatur, Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.
Sedangkan pada dakwaan pertama, Jerinx didakwa menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Pasal 27 ayat (3) mengatur, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Hal tersebut, menurut Erasmus, menunjukkan jika majelis hakim menyepakati Jerinx tidak bersalah sesuai dakwaan pertama, yakni Pasal 27 Ayat (3) atas perbuatan menghina IDI.
Baca juga: Jerinx Divonis, ICJR Sebut Putusan Hakim Bahayakan Iklim Demokrasi
Selain itu, Erasmus berpendapat bahwa putusan majelis hakim saling berlawanan.
Di satu sisi majelis hakim menyatakan tidak ada penghinaan terhadap IDI sebagai organisasi, namun di sisi lain majelis hakim menyatakan adanya penyebaran kebencian berdasarkan antargolongan, termasuk profesi dokter yang diwakili oleh IDI.
Menurut Erasmus, pernyataan Jerinx pada dasarnya ditujukan kepada IDI sebagai organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap publik.
Dengan demikian, organisasi tersebut seharusnya dapat dipisahkan dengan perasaan personal dokter yang merasa tersinggung atas pernyataan Jerinx.
"Terlalu jauh untuk menyatakan organisasi profesi sebagai 'antargolongan' yang dilindungi oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras jelas merendahkan standar yang ingin dituju oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan Pasal 156 KUHP," ucap Erasmus.
Baca juga: Vonis Jerinx 14 Bulan Penjara, Hakim: Terbukti Sengaja Sebarkan Informasi untuk Timbulkan Kebencian
Erasmus menambahkan, IDI merupakan lembaga berbadan hukum yang tidak serta merta sama dengan golongan dokter.
"Yang dikritik oleh terdakwa adalah IDI sebuah lembaga berbadan hukum yang tidak secara serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.