JAKARTA, KOMPAS.com – Aktivis Perempuan Rotua Valentina Sagala mengatakan, adanya Rancangan Undang-Undang ( RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual ( PKS) yakni untuk menjawab kekosongan hukum.
Menurut Valentina, ada sejumlah kasus selama ini tidak bisa dibawa ke proses peradilan atau penegakan hukum karena memang tidak ada aturannya atau kekosongan hukum.
“Jadi peraturan perundang-undangan kita itu banyak sekali keterbatasan dalam KUHAP. Misalnya, hanya mengenal perkosaan dan cabul, tapi tindak pidana perdagangan orang, tidak mengenal, ekspoitasi, tidak mengenal, pemaksaan perkawinan, tidak mengenal, pemaksaan aborsi, tidak mengenal,” ujar Valentina dalam Media Briefing Pentingnya RUU PKS, Senin (16/11/2020).
“Padahal, kasusnya jelas-jelas nyata banyak dihadapi perempuan, itulah yang jadi kekosongan hukum,” imbuh dia.
Baca juga: Fraksi Nasdem Akan Kembali Usulkan RUU PKS Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Valentina menilai, adanya RUU ini akan dapat menjawab masalah banyaknya korban tindak kekerasan seksual yang tidak melaporkan kasusnya.
Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa korban tidak melaporkan kasusnya, salah satunya yakni keterbatasan hukum acara.
Adapun dalam hukum acara satu saksi dianggap bukan saksi. Itulah yang menjadi masalah bagi korban kekerasan.
Selain itu, ada sejumlah korban kekerasan seksual yang mengalami penderitaan psikologis.
Dalam sistem hukum yang ada yang positifis, sistem ini cenderung melihatnya pada kondisi fisik ketimbang kondisi psikologis.
Kemudian, tidak adanya biaya juga menjadi alasan orang enggan melaporkan kasus kekerasan seksual yang diterimanya.
Baca juga: Aktivis Anti Kekerasan Seksual Jateng Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas Prioritas 2021
Ia mengatakan, di dalam RUU ini negara dipastikan betul-betul hadir melindungi korban tindak kekerasan seksual.
“Orang sangat takut ya, nanti kalau saya didampingi apakah saya harus bayar? kalau saya ke psikolog apakah saya harus bayar? Dan mekanisme itu semua akan diatur dalam Undang-Undang ini, ya sudah semestinya negara hadir memastikan agar hak-hak korban terpenuhi,” papar Valentina.
“Jadi dari segi materil hukumnya akan banyak yang tertolong karena yang tadinya tidak ada pengaturannya sekarang ada, dari segi formil atau acaranya akan sangat banyak yang akan tertolong,” tutur dia
Untuk diketahui, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS saat ini sulit dilakukan. Hal itu membuat RUU PKS ditarik dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
“Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020).