Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perampasan Hutan Adat di Papua, Walhi: Siapa yang Sebenarnya Dilindungi Negara?

Kompas.com - 13/11/2020, 16:24 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Boy Even Sembiring mempertanyakan perlindungan negara terhadap hutan-hutan adat di Indonesia.

Hal ini ia utarakan untuk menanggapi persoalan di Papua mengenai perampasan hutan adat yang digunakan untuk memperluas lahan kelapa sawit perusahaan Korea Selatan.

"Tindakan perampasan hutan adat dengan cara seperti ini menjadi potret siapa yang sebenarnya dilindungi negara?" ujar Boy saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Menurut dia, apapun tindakan perampasan tanah adat yang dilakukan dengan beragam cara dan tipu daya atas dasar izin negara, merupakan bentuk tindakan ahistoris terhadap sejarah Indonesia.

Baca juga: Hutan Adat Papua Habis Diganti Lahan Sawit, AMAN Singgung RUU 10 Tahun Belum Disahkan

Ia mengambil contoh tindakan perusahaan Korea Selatan, Korindo, yang diduga merusak tanah adat di Papua dengan cara membakar secara sengaja dan konsisten.

"Tindakan perampasan tanah adat dengan cara kekerasan maupun tipuan kesejahteraan yang dilakukan Korindo dengan atas izin dari negara merupakan bentuk tindakan ahistoris terhadap sejarah Indonesia, termasuk dalam konteks otonomi khusus di Papua," jelasnya.

Korindo diketahui telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektar atau hampir seluas Seoul, ibu kota tempat perusahaan itu berasal.

Ia juga mengatakan, fakta dari tanah Papua ini memperlihatkan logika investasi atau ekonomi kapitalistik dikendalikan negara dan korporasi.

Baca juga: Kisah Pilu Habisnya Hutan Adat di Papua demi Perluasan Lahan Kelapa Sawit...

"Tipu-tipuan ini mengakibatkan konflik dan kemiskinan," ujar Boy.

Dalam investigasi BBC, diketahui bahwa Ketua marga Kinggo, Petrus Kinggo diiming-imingi perusahaan yang katanya hendak membiayai pendidikan anaknya.

Petrus pun akhirnya berperan mempengaruhi marga-marga lain supaya mau melepas hutan adat mereka, kala itu.

"Itu saya mewakili 10 marga, percayakan kami supaya mempengaruhi marga-marga yang lain supaya bisa ada pelepasan, ada pengakuan, supaya dia bisa ada hak guna usaha," kata Petrus dalam sebuah berita investigasi BBC yang terbit Kamis (12/11/2020).

Baca juga: Walhi: Ganti Rugi Rp 100.000 Per Hektar untuk Tanah Adat Papua Tak Masuk Akal

Tak hanya itu, cerita dia, perusahaan mengiming-iminginya rumah, sumur air bersih hingga genset.

"Bapak nanti kami kasih honor, upah. Bapak sebagai koordinator nanti biaya pendidikan (anak) ditanggung perusahaan, nanti ada rumah-rumah bantuan, sumur air bersih, nanti (ada) genset," kenang Petrus menirukan janji manis perusahaan tersebut.

"Jadi anak anak sampai biaya sekolah lanjutan itu nanti ditanggung perusahaan. Cuma itu bicara semua, tetapi tidak ada dalam tertulis," ucap pria berusia 41 tahun tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com